LURUSKAN !!! Terkait Tindak Pidana 372 & 378 atasnama A. Taufik dan Sumiran, “Isi Surat Perjanjian antara Pelapor dan Terlapor Harus Diusut Tuntas ??”

GINEWS – Tujuan dari Perjanjian adalah untuk melahirkan suatu perikatan hukum, untuk melahirkan suatu perikatan hukum diperlukan syarat sahnya suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, syarat sahnya perjanjian adalah Kesepakatan para pihak, kecakapan, suatu hal tertentu, sebab yang halal.

Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut “DAPAT DIBATALKAN”. Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh Hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).

Sedangkan, jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut adalah “BATAL DEMI HUKUM”. Batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

Bahwa dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara perjanjian yang batal demi hukum dengan perjanjian yang dapat dibatalkan yaitu dilihat adanya unsur sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu dua unsur yang menyangkut unsur subjektif dan dua unsur yang menyangkut unsur objektif dan pembatalan tersebut dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan.

Surat perjanjian adalah surat yang ditulis untuk disepakati oleh dua belah pihak, membahas mengenai apa saja batasan atau hak dan kewajiban yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh pihak satu dan lainnya.

Kita sudah tidak asing dengan istilah “hitam di atas putih”, yang berarti suatu perjanjian antara kedua belah pihak dituangkan menjadi tulisan di atas kertas. Perjanjian Hitam diatas Putih itu perlu agar pihak yang berjanji tunduk pada aturan yang tertulis dan jika suatu saat membelot kita memiliki bukti yang sah.

Dalam penjelasan Pasal 1230 KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dapat ditemukan syarat sahnya sebuah perjanjian secara umum yang dapat diketahui sebagai berikut: Empat syarat sahnya suatu perjanjian meliputi, Kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak. Kecakapan dalam membuat suatu perikatan.

Apabila syarat objektif dalam perjanjian tidak terpenuhi maka Perjanjian tersebut batal demi hukum atau perjanjian yang sejak semula sudah batal, hukum menganggap perjanjian tersebut tidak pernah ada. Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan, jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum.

Menurut pasal 1329 KUHPerdata, pada dasarnya semua orang cakap dalam membuat perjanjian, kecuali ditentukan tidak cakap menurut undang-undang.

Hal apa saja yang harus ada dalam perjanjian? Hal-hal tersebut antara lain: Data Diri Para Pihak yang Terikat Perjanjian. Setiap perjanjian tentunya dilakukan oleh para pihak yang terikat, tak terkecuali dengan perjanjian kerjasama. … Hak dan Kewajiban Masing-Masing Pihak. … Klausa Force Majeure. … Menunjuk Tempat Penyelesaian Perkara. … Ketentuan Peralihan.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) setidaknya mengatur terdapat 10 alasan berakhirnya (hapus) suatu perjanjian, yaitu: Pembayaran.
Penawaran pembayaran tunai, dengan diikuti adanya penyimpanan atau penitipan. Pembaharuan utang (Novasi)
Perjumpaan utang atau kompensasi.
Percampuran utang. Pembebasan utang. Perjanjian perlu memuat identitas para pihak, ruang lingkup perjanjian, obyek yang diperjanjikan, masa berlaku perjanjian, hak dan kewajiban para pihak, sanksi, klausul force majeure, hukum yang digunakan, mekanisme penyelesaian sengketa, dan ditempel materai.

Berakhirnya perikatan karena perjanjian, adalah: Pembayaran; Novasi (pembaruan utang); Kompensasi; Konfusio (percampuran utang); Pembebasan utang; Pembatalan; dan Berlaku syarat batal. Dengan adanya perundang-undangan yang mengatur ketentuan perjanjian atau kontrak, maka kedua pihak terlibat secara hukum didalamnya.

Inilah salah satu rangkaian terkait Surat Perjanjian Kasus Amrizal, Ahmad Taufik dan Sumiran (sesuai dengan SPDP Satreskrim Polres Merangin yang dilimpahkan ke Kejari Merangin sebanyak 3 Orang) yang dilaporkan oleh Rohimah ke Satreskrim Polres Merangin beberapa waktu lalu dengan dugaan perbuatan melanggar hukum pasal 372 dan pasal 378 (Penggelapan dan Penipuan) disinyalir ada keganjilan, bagaimana tidak disana didalam isi surat diterangkan bahwa ketiga orang ini harus mengembalikan uang sebesar Rp. 15 juta kepada siapa? sebagai uang apa? dalam putusan perkara apa? dan kapan putusan itu? juga pengadilan mana?. Sedangkan nama saksi Rozi yang tercantum didalam isi Surat Perjanjian tersebut hingga saat ini belum pernah dimintai keterangan oleh Penyidik Satreskrim Polres Merangin sedangkan dua saksi lainnya masih simpang siur, apakah ada kaitan sebagai orang tuanya Rohimah atau orang tuanya Derry? dan atau masih ada ikatan saudara dengan Rohimah/Derry ?.

Team Redaksi masih simpang siur dan terus melakukan investigasi serta menggali informasi terkait notanbene kedua saksi tersebut. Menurut berbagai sumber menyebutkan bahwa yang tidak dapat didengar sebagai saksi adalah : Keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus; Istri atau suami dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian; Anak-anak yang umumnya tidak dapat diketahui pasti, bahwa mereka sudah berusia 15 ( Lima Belas Tahun )

Dan yang patut digarisbawahi diduga kuat tidak ada nama Rohimah Susanti sebagai pelapor didalam isi Surat Perjanjian tersebut?. Ini menjadi pertanyaan bagi publik?, jadi yang menjadi pembeda utama antara surat perjanjian dan surat pernyataan adalah fungsi dari suratnya, kemudian dalam surat perjanjian pasti ada dua pihak atau lebih yang melakukannya, sedangkan surat pernyataan hanyalah sepihak. Jadi pertanyaannya dengan siapa ketiga orang ini Ahmad Taufik, Sumiran dan Amrizal melakukan perjanjian?

Selain ini nama didalam isi Surat Perjanjian tersebut dirasakan kurang lengkap karena tidak mencantumkan dengan spesifik identitas Data Diri dari para pihak yang terikat didalam Surat Perjanjian tersebut. Setiap perjanjian tentunya dilakukan oleh para pihak yang terikat bukan ditulis oleh Totoy menurut pengakuan Ahmad Taufik saat itu, Hak dan Kewajiban masing-masing pihak dan objek perjanjian agak tidak jelas, Klausul Force Majeure, menunjuk tempat Penyelesaian Perkara serta ruang lingkup perjanjian, obyek yang diperjanjikan, masa berlaku perjanjian, sanksi, hukum yang digunakan, mekanisme penyelesaian sengketa, dan ditempel materai.

Untuk mengkonfirmasi hal ini Wartawan Media Cetak & Online Global Investigasi News Biro Kabupaten Merangin masih berupaya melakukan konfirmasi, namun Kapolres Merangin masih belum bisa ditemui karena berbagai kesibukan hanya membalas via WhatsApp. *** Bersambung

Team Red/Dikutip dari berbagai sumber/NET

Sumber : globalinvestigasinews.com