Oleh : Ahmad Razak
Dosen Fakultas Psikologi UNM
Radikalisme adalah suatu paham atau aliran yang menginginkan suatu perubahan atau pembaharuan dalam bidang sosial, politik, kesejahtraan, dan lain-lain dengan cara yang drastis atau bahkan menggunakan kekerasan. Paham radikalisme di Indonesia saat ini mulai menjangkau berbagai kalangan, Bangsa Indonesia sedang diperhadapkan pada persoalan radikalisme ini. Terindikasi faham radikalisme telah menyusup keberbagai lembaga, instansi maupun organisasi-organisasi sosial, profesi dan organisasi keagamaan. Terkait kondisi tersebut, seluruh lembaga, instansi, organisasi, pemerintah maupun swasta perlu segera melakukan screening dari bahaya ancaman terpapar terorisme dan faham Radikalisme. BIN, BNPT bekerjasama dengan POLRI dan masyarakat terus berupaya merapatkan barisan untuk menyelamatkan bangsa dari bahaya radikalisme.
Pengamat politik dan Kebangsaan Dr. Arqam Asikin, M.Si mengemukakan bahwa Radikalisme yang sudah mengarah ke proses aksi Terorisme sangat membahayakan situasi bangsa ke depan, khususnya bagi generasi muda kita. Ancaman efek tersebut dapat merusak “sejarah kaum muda” di Indonesia, sebab pengaruh ke adik-adik siswa dan mahasiswa semakin digencarkan dalam situasi apapun.
Saat ini generasi muda menjadi sasaran strategis dalam membangun kekuatan gerakan radikalisme dan terorisme yang saat ini merupakan generasi terbanyak di Indonesia. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2020, jumlah generasi milenial di Indoensia menembus angka 69,38 juta jiwa atau 25,87% dan generasi Z sejumlah 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94% dari total populasi Indonesia. Bahaya radikalisme ini dapat mengancam stabilitas dan keamanan suatu negara. Presiden Joko Widodo dan kepala BNPT bahkan telah memperingati kepala institusi pendidikan terhadap ancaman radikalisme yang menyasar peserta didik agar bersikap waspada.
Perkembangan paham radikalisme dan intoleransi di lingkungan kampus merupakan sebuah fakta. Survei nasional yang dilakukan oleh PPIM UIN Syarief Hidayatullah Jakarta menemukan bahwa 24,89% mahasiswa memiliki sikap toleransi beragama yang rendah. Selain itu, Lembaga Survei Alvara Research menemukan bahwa sebanyak 12,2% penduduk Indonesia menunjukkan potensi terpapar radikalisme. Dari jumlah tersebut, 85% diantaranya merupakan generasi dengan rentang usia 20-39 tahun. Beberapa faktor yang menyebabkan paham radikalisme mudah menyerang usia muda yaitu karena pola pikir mereka yang dinilai cenderung masih labil, berada pada proses pencarian jati diri, dan kritis terhadap kebijakan dari pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan isu kesenjangan sosial.
Usaha dalam menangkal paham radikalisme perlu dilakukan untuk menghindari akibat yang mungkin lebih fatal. Para pelajar yang menjadi “sasaran empuk” paham ini perlu memahami dengan baik bahaya yang ditimbulkan ketika mereka terpapar radikalisme. Selain pelajar, para orang tua dan tokoh masyarakat juga perlu memberi perhatian yang besar dalam mengawasi berkembangnya ajaran ini. Para orang tua dan tokoh masyarakat dapat secara bersama-sama mengawasi kegiatan anak-anak agar tetap berada pada koridor yang aman dan tidak menyimpang. Penggunaan internet yang saat ini sudah bukan lagi barang mewah juga perlu diawasi oleh para orang tua. Penyebaran teori-teori radikalisme melalui media sosial sudah mulai menyebarluas, karena seperti yang kita tahu, pengguna internet terbanyak adalah para generasi muda dengan waktu penggunaan setiap harinya yang cukup signifikan. Para penyebarluas konten radikalisme juga dapat dengan mudah menyisipkan materi-materi yang berbau radikalisme di internet sehingga dapat dengan mudah diakses oleh para generasi muda. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pemerintah dan institusi POLRI dalam menangkal penyebarluasan paham berbahaya ini. Peran KOMINFO sangat diperlukan untuk menyaring konten-konten yang berbau radikalisme di internet dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar mampu menggunakan internet dengan bijak.
Institusi POLRI sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam menjaga ketertiban dan keamanan negara tentunya telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah semakin maraknya bahaya paham ini. Langkah pertama yang dilakukan oleh kepolisian Indonesia adalah menetralisasi oknum yang berpotensi melakukan perekrutan terhadap calon anggota paham radikalisme. Kedua, melemahkan paham radikalisme sehingga menjadi kurang berpotensi dalam menarik orang-orang baru. Kerjasama dengan beberapa lembaga seperti KOMINFO dan para penggiat media sosial dalam mengawasi media sosial dan memberi pemahaman kepada masyarakat untuk lebih aware terhadap setiap konten yang ada di media sosial. Langkah ini bertujuan untuk mencegah pemahaman yang salah sehingga akhirnya terjerumus dalam kelompok radikal.
Usaha untuk menangkal radikalisme ini memang pekerjaan yang berat, namun dengan kerjasama dan konsistensi yang kuat dari berbagai lembaga dan lapisan masyarakat, hal ini dapat kita cegah. Stabilitas keamanan negara merupakan kunci utama dalam menciptakan masyarakat yang tentram dan damai. Jadi tugas segenap elemen bangsa dan kita semua seyogyanya menjadi pionir dalam menjembatani transformasi Kebangsaan ke generasi baru dari tahun ke tahun.