JAKARTA – Pimpinan Komisi VII DPR RI, Bambang Haryadi, menyoal Izin Usaha Pertambangan – Operasional (IUP-OP) PT Batuan Energi Prima (BEP) yang selama ini mendapat sorotan publik dan LSM, karena diduga melaksanakan usaha pertambangan batu bara secara ilegal di Kalimantan Timur.
Bambang Haryadi, mempertanyakan sikap Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ir Arifin Tasrif, yang tidak memasukkan nama PT BEP ke dalam daftar 2078 perusahaan pertambangan minerba yang dicabut izinnya. Dia menilai penyimpangan PT BEP jauh lebih berat ketimbang 2078 perusahaan yang telah dicabut izinnya. Menurut politikus Partai Gerindra itu, terdapat tiga alasan mendasar yang dapat dijadikan bahan pertimbangan Menteri ESDM untuk mencabut IUP-OP PT BEP yang pernah berstatus pailit.
“Pertama, pada tahun 2012-2014, pemilik PT. BEP, Herry Beng Koestanto, seorang narapidana yang berstatus residivis yang hingga kini masih meringkuk di LP Salemba. Ia telah menyalahgunakan perizinan kedua IUP OP yang diberikan negara, memakainya sebagai sarana pidana penipuan sebesar Rp1 Triliun dan pembobolan lembaga perbankan sebesar Rp1,5 Triliun. Kasus ini yang mengantarkan PT BEP divonis pailit,” ungkap Bambang Haryadi melalui keterangannya yang diterima redaksi, pada Jumat 22 April 2022 kemarin.
Dan, yang kedua, lanjut Bambang, PT. BEP kini dikelola oleh Erwin Rahadrjo (ER), Direktur yang diduga “gadungan” karena merujuk pada Laporan Polisi No: LP/B/0754/XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 16 Desember 2021 atas nama Pelapor Eko Juni Anto.
“Dalam pengelolaannya ER, Direktur PT. BEP yang diduga “gadungan” itu, melakukan serangkaian tindak pidana antara lain penggelapan boedel pailit atau penggelapan dalam jabatan jo TPPU, sebagaimana bukti Surat Perintah Penyelidikan No: Sp.Lidik/268/IX/RES.2.6/2021/Dirreskrimsus Polda Kaltim, tanggal 27 September 2021,” bebernya.
Bahkan, lebih lanjut, Bambang menyebutkan, terdapat pula dugaan pidana illegal mining dan pidana perusakan sebagaimana yang dimaksud pasal 170 KUHP, berdasarkan LP/B/270/XII/2021/SPKT/Polda Kaltim tanggal 10 Desember 2021. Ini sangat parah,” jelas Bambang.
Selain kedua alasan tersebut, Bambang juga menyebutkan alasan ketiga, yakni berdasarkan data pada Sistem Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (SiMoDDIS) Bank Indonesia, PT BEP belum memenuhi kewajiban penerimaan DHE SDA sebesar USD 14.166.471, hasil penjualan batubara Januari-Februari 2022 oleh PT. Sumber Global Energy Tbk selaku pelaksana eskpor PT. BEP.
“PT. Sumber Global Energy Tbk yang dipimpin WT diduga menjadi penyandang dana kegiatan illegal mining oleh ER dengan cara memindah-bukukan dari rekening PT. Sumber Global Energy Tbk Nomor: 0480001425 di Bank Victoria Cabang BIP ke rekening Nomor: 1180010156015 atas nama PT. BEP di Bank Mandiri KCP Jakarta Botanical Garden,” ungkap Bambang Haryadi.
Berdasarkan fakta ini, kata dia lagi, untuk mencegah timbulnya pidana lanjutan dan jatuhnya korban-korban penipuan baru, Menteri ESDM seharusnya secara tegas mencabut IUP-OP PT. BEP sebagai manifestasi pengejawantahan adanya fungsi pengawasan oleh negara.”Dari ketiga fakta itu, harusnya bukan malah melindungi PT BEP. Kami akan usut tuntas skandal PT. BEP ini melalui Panja Illegal Mining,” ujar Bambang Haryadi.
Dia juga menegaskan, bahwa pihaknya sepenuhnya mendukung niat pemerintah menertibkan kensesi tambang bermasalah. Menurutnya, tidak boleh ada oknum-oknum di dalam lingkungan Dirjen Minerba sendiri, yang bermufakat jahat dengan kelompok mafia pailit, yang bertujuan ingin mempertahankan IUP-OP PT BEP dengan beralibi pailitnya telah diangkat.
“Kami akan mencermati adanya oknum-oknum yang membangun segala macam argument, dengan mengada-ngada, bersifat akal-akalan, yang tujuannya sebenarnya hanya untuk mempertahankan IUP OP PT. BEP,” tandasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya, masalah PT BEP ini sempat mencuat ke publik dan mendapat sorotan dari Lembaga Swadaya Masyarakat – Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (LSM-PILHI), karena adanya penerbitan RKAB yang dipaksakan oleh oknum di Direktorat Jenderal Minerba, Kementerian ESDM.
“Kami menduga adan unsur korupsi atau gratifikasi yang dilakukan oleh oknum Direktorat Jenderal Minerba, Kementerian ESDM. Karena kalau ditelisik, PT BEP ini tidak layak mendapatkan fasilitas perizinan, selain sudah dinyatakan pailit, juga berbagai tidak pidana penipuan dan pembobolan sedang dijalani dan dalam proses penyidikan,” kata Ketua LSM PILHI, Syamsir Anchi.
Terkait hal tersebut, Syamsir Anchi mengaku sudah menyampaikan laporannya ke KPK dan menyerahkan data dan keterangan saksi-saksi di mana praktik usaha pertambangan yang dilakukan PT BEP diduga sarat penyimpangan dan terindikasi kategori tindak pidana. “Kami sudah laporkan ke Dumas KPK, mudah-mudahan KPK segera menindaklanjuti dan melakukan pemeriksaan,” pungkasnya.***