PEMIMPIN HARUS MAMPU MEWUJUDKAN TRAMTIBMAS DI DAERAH

GIN JATIM JEMBER
Politik desentralisasi sebagai konsekuensi penghormatan terhadap otonomi daerah yang telah digariskan Pusat melalui UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah kesempatan emas bagi seluruh pihak di Daerah untuk mendayagunakan potensi yang tersedia dalam upaya meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat. Dalam banyak kesempatan orientasi kesejahteraan mayoritas diwujudkan dalam sector ekonomi atau material dan seringkali mengabaikan aspek fundamental yaitu mental spiritual yang ketika aspek ini terganggu maka seluruh tatanan fisik material seolah mengalami stagnasi.

Dasar pemikiran ini menginspirasi agar Kepala Daerah dan DPRD selaku pemegang kekuasaan pemerintahan daerah jeli dan taktis dalam merumuskan kebijakan Daerah yang berorientasi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Intinya terwujudnya keseimbangan antara kebutuhan fisik material dan kebutuhan mental spiritual sehingga kehidupan masyarakat berlangsung secara “tata tentrem kerta raharja” = tertib, damai dan sejahtera serta berkecukupan dalam segala hal.
Kondisi ideal demikian mensyaratkan keterlibatan semua pihak untuk saling dukung sehingga aspek pastisipasi public ( masyarakat ) menjadi keniscayaan dan keharusan.

Sebagai pihak yang menjadi obyek garapan kebijakan maka masyarakat perlu melibatkan diri agar kebijakan tersebut sesuai dengan kebutuhan nyata sebagaimana yang dapat dirasakan kemanfaatannya oleh masyarakat secara langsung bukan sebagaimana persepsi penyelenggara pemerintahan tanpa melibatkan rasa, cipta dan karsa masyarakatnya.

Dengan ini diharapkan pemerintah daerah dan DPRD senantiasa membuat kebijakan daerah yang berorientasi partisipatif kerakyatan.
Terutama kebijakan partisipatif kerakyatan yang dituangkan dalam bentuk peraturan daerah harus menjamin keadilan dalam masyarakat.
Kebijakan tersebut harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat, sejalan dengan kebijakan pemerintah serta didukung sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga muncul pola pikir top-down dan bottom-up yang berhubungan satu sama lain dalam hal kebutuhan dan berdampak pada kebijakan pemerintah yang melibatkan masyarakat.
Sebagaimana telah dirumusan dalam UU Pemerintahan Daerah bahwa Maksud dan tujuan otonomi daerah adalah :
1) peningkatan pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
2) perkembangan kehidupan demokrasi,
3) distribusi layanan yang lebih baik,
4) menghormati budaya lokal, dan
5) memperhatikan potensi dan keanekaragaman wilayah.

Dalam konteks Kabupaten Jember penghormatan terhadap budaya lokal yang menonjol adalah budaya santri dengan lingkungan pesantrennya yang berkembang konsisten dalam hampir semua pola kehidupan masyarakat, termasuk kecenderungan dalam memanifestasikan kepentingan politiknya.
Figur yang dipersepsikan mayoritas masyarakat mewakili entitas pesantren apakah itu kyai, atau sosok yang dipandang dekat dengan Kyai atau santri yang mendapat restu Kyai terbukti dalam beberapa kesempatan lebih dipercaya menahkodai Pemerintah Daerah.
Pun demikian dengan mayoritas anggota DPRD Kabupaten Jember, maka setiap kali tiba waktunya pemilihan anggota legislatif mayoritas yang terpilih adalah figure yang dianggap merepresentasikan kepentingan entitas pesantren baik di tingkat lokal, regional maupun nasional.

Dalam kehidupan masyarakat, manifestasi budaya lokal yang berkembang yang merepresentasikan kehidupan pesantren masih mendominasi.
Hampir dalam banyak kesempatan kegiatan social yang berlangsung di masyarakat merupakan inspirasi dari tradisi yang berurat akar di pesantren seperti sema’an Al Qur’an, Sholawatan,manaqiban, tahlilan, dzikiran ( thoriqohan ) dll.
Pungkas Gus jaddin

Pewarta. Sam/mas