Berita  

MEMILIH TAK MENIKAH SAMBIL MEMELIHARA KUCING ATAU ANJING, HINGGA KISAH KORUPTOR DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN

EPILOG

160 Penulis Muda (Di bawah 25 Tahun), Dari Berbagai Pulau, Dari Aceh Hingga Papua, Memberi Kesaksian Soal Kisah Sebenarnya Melalui Puisi Esai

MEMILIH TAK MENIKAH SAMBIL MEMELIHARA KUCING ATAU ANJING, HINGGA KISAH KORUPTOR DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN

Denny JA

“Para perempuan yang memilih tidak menikah, tak memiliki anak, yang memilih hidup dengan anjing dan kucing, BERSATULAH!”

“The Childless Dog Lady, Unite!”

Demikianlah bunyi berita sekaligus iklan. Berita ini menjual satu paket lilin dengan janji. Dalam setiap pembelian paket lilin ini, maka akan disumbangkan sebanyak 1 USD untuk gerakan atas nama calon wakil presiden Amerika Serikat mendampingi Donald Trump: JD Vance! (1)

Itulah kembang-kembang akibat heboh politik di Amerika Serikat. Calon wakil presiden Partai Republik, JD Vance, membuat pernyataan yang dianggap menghina para perempuan Childless Dog Ladies.

Ujar JD Vance: “Kita pada dasarnya dipimpin oleh (Partai) Demokrat, oleh oligarki korporat, oleh wanita-wanita tanpa anak yang memiliki anjing dan kucing (Childless Dog Ladies), yang tidak bahagia dalam hidup mereka. Itu gaya hidup yang buruk, dan mereka ingin menyebarkan kesengsaraan mereka kepada semua orang.”

Maka, kemarahan publik luas pun bergema. Banyak perempuan menggunakan platform media sosial seperti Twitter dan Instagram untuk mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap komentar Vance.

Mereka menilai pernyataan Vance tersebut merendahkan dan stereotipikal, menunjukkan ketidakpahaman Vance tentang pilihan hidup perempuan modern.

Tagar seperti #ChildlessWomen dan #CatLadyPride, #ChildlessDogLady bermunculan sebagai bentuk solidaritas dan penolakan terhadap pandangan Vance.

Sejumlah artikel opini muncul di media besar yang mengecam komentar Vance. Tulisan itu menuduhnya mengabaikan realitas perempuan yang memilih untuk tidak menikah dan tak memiliki anak.

Penulis dan aktivis perempuan menyatakan pernyataan Vance tidak hanya menghina, tetapi juga menunjukkan kurangnya empati dan pemahaman terhadap hak perempuan untuk memilih jalur hidup mereka sendiri.

Aktivis dan pemimpin perempuan mengecam pandangan JD Vance. Mereka menyebutnya sebagai cerminan dari pandangan patriarkal yang ketinggalan zaman.

Respon para aktivis ini: “Keputusan untuk tidak menikah atau tidak memiliki anak adalah hak pribadi yang harus dihormati, dan tidak boleh dijadikan bahan hinaan, apalagi sebagai alat kampanye politik.”

Ini konteks sosiologis soal Childless Dog Lady itu. Dalam beberapa dekade terakhir, di Amerika Serikat dan Eropa, memang semakin banyak perempuan yang memilih untuk tidak menikah dan tidak memiliki anak.

Di Amerika Serikat, data dari U.S. Census Bureau menunjukkan peningkatan jumlah perempuan yang memilih untuk tetap tidak menikah.

Pada tahun 2020, sekitar 31% perempuan dewasa di Amerika Serikat berstatus tidak menikah, baik karena belum pernah menikah, bercerai, atau menjanda. Prosentase ini naik dari 23% pada tahun 1950.

Selain itu, tingkat kelahiran di AS telah mencapai titik terendah dalam 35 tahun terakhir, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Sekitar 15% perempuan usia 40-44 tahun di AS tidak memiliki anak pada tahun 2018. Prosentase itu juga naik dari sekitar 10% pada pertengahan 1970-an (Pew Research Center).

-000-

Yang menarik, fenomena di atas direkam dalam puisi esai. Sejarah akan mencatat, topik soal Childless Dog Lady pertama kali masuk dalam sastra Indonesia melalui puisi esai, di tahun 2024.

Dalam puisi esai itu digambarkan seorang wanita, setelah mengalami pengkhianatan dan depresi, memilih untuk tidak menikah. Ia juga memilih tak memiliki anak.

Ia menemukan kebahagiaan dengan memelihara anjing serta membantu orang lain. Meskipun dihadapkan pada kritik sosial, ia berhasil menemukan makna hidupnya.

Perempuan ini menginspirasi banyak orang untuk menjalani hidup dengan cara yang mereka pilih. Kebahagiaan dan kontribusi kepada masyarakat tidak selalu harus melalui pernikahan dan menjadi ibu.

Juga banyak isu dramatis lainnya, True Story yang difiksikan dalam puisi esai, yang ditulis semuanya di tahun 2024.

Ada pula kisah sebenarnya, benar-benar terjadi. Istri wali kota (yang kemudian menjadi wali kota) menghadapi pro-kontra terkait pemakaman suaminya di Taman Makam Pahlawan, meskipun jasanya sebagai Walikota diakui oleh banyak orang.

Puisi esai itu menggambarkan rasa sakit dan kesedihan seorang istri ketika suaminya, yang dianggap sebagai pahlawan oleh keluarganya dan sebagian masyarakat, harus dipindahkan dari makam pahlawan karena statusnya sebagai narapidana kasus gratifikasi.

Juga ada kisah True Story dramatis lainnya. Seorang gadis mengalami kekerasan seksual oleh ayah kandungnya sendiri. Sang ayah juga seorang anggota DPRD.

Gadis ini akhirnya melahirkan anak dari perbuatan tersebut. Puisi ini menggambarkan betapa hancurnya kehidupan gadis itu akibat pengkhianatan ayahnya, yang seharusnya melindunginya.

Masyarakat serta adat yang membanggakan filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (ABS SBK) gagal pula melindungi dan memperhatikan penderitaannya.

Akhirnya, sang ayah tertangkap. Namun trauma dan luka yang diderita sang gadis tetap meninggalkan bekas yang mendalam.

Ada pula kisah sepasang lansia yang mati bersama, berhari-hari, tak diketahui orang lain. Ini juga True Story.

Dalam narasi yang penuh cinta, iaa mengungkapkan perasaan terdalamnya kepada istrinya, mengingat kenangan manis masa lalu, dan menegaskan cinta abadi mereka.

Ketika ia meninggal, istrinya berusaha membangunkannya. Tetapi yang terjadi kemudian, mereka “bersama” dalam kematian. Ini menggambarkan cinta yang setia hingga akhir hayat.

Tetangga yang curiga mendobrak pintu rumah mereka dan menemukan pasangan ini telah berpulang, tetap berdampingan dalam keabadian.

Begitu banyak True Stories, kisah sebenarnya yang dramatis di sekeliling kita. Sebanyak 160 kisah sebenarnya yang difiksikan, ditulis oleh 160 penulis muda usia, di bawah 25 tahun, dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua. Mereka mengekspresikannya dalam puisi esai.

Tak ketinggalan penulis muda dari Malaysia, Singapura, dan negara lain, juga mengambil bagian. Mereka juga menuliskan kisah True Story yang difiksikan ke dalam puisi esai.

Mereka dilatih menulis oleh kakak asuh, yang sudah terlebih dahulu terlatih menulis puisi esai. Masing-masing kakak asuh, mengajarkan 10 penulis muda untuk memberikan kesaksiannya, mengekspresikan suara hatinya, ke dalam puisi esai.

Ini sudah pula menjadi pakem dari puisi esai, bahwa ini puisi tentang kisah sebenarnya yang dipuisikan, difiksikan, agar lebih dramatis. Ia gabungan antara puisi dan esai, antara fakta dan fiksi.

Catatan kaki memainkan peran sentral dalam pakem puisi esai. Catatan kaki itu adalah ibu kandung mewakili fakta, True Story, yang melahirkan puisi esai.

Tak ada puisi esai tanpa catatan kaki. Tak ada puisi esai tanpa berpijak pada kisah sebenarnya. Memang puisi esai adalah True Story yang difiksikan, dipuisikan.

-000-

Melalui waktu, konsep besar dalam sejarah, apakah itu agama, ideologi, paham sosial, filsafat juga sastra akan mengalami variasi.

Di tahun 2024, setelah 12 tahun, puisi esai juga mengalami variasi. Sudah terbit lebih dari 150 buku puisi esai, dalam dan luar negeri. Sudah pula berlangsung Festival Puisi Esai ASEAN Ketiga di Malaysia (2023). Ini festival yang sepenuhnya dibiayai pemerintah Sabah, Malaysia.

Di tahun 2024, Festival Puisi Esai Nasional juga memasuki tahun kedua. Bulan Desember ditetapkan sebagai bulan puisi esai.

Variasi atas puisi esai juga terjadi. Pakemnya tetap tak berubah, hanya panjang dan pendeknya yang berubah.

Di awal kelahirannya, melalui buku puisi esai pertama: Atas Nama Cinta (2012), panjang puisi esai itu sekitar 5000 – 10.000 kata. Jika dibacakan memakan waktu 40-60 menit.

Kini, gerakan puisi esai tahun 2024 memperkenalkan puisi esai variasi mini. Panjang puisi maksimal hanya 500 kata saja, di luar catatan kaki. Jika dibacakan hanya memakan waktu 5 menit.

Pun dalam gerakan puisi esai 2024, penulis muda usia di bawah 25 tahun ambil bagian. Sebanyak 160 penulis muda dari semua pulau besar di Indonesia menulis. Juga termasuk di dalamnya, penulis dari Malaysia, Singapura, dan manca negara.

160 puisi esai itu, dengan 16 kakak asuh, dalam 16 buku, akan dipagelarkan di Festival Puisi Esai Nasional ke-2 di Jakarta (Desember 2024), juga Festival Puisi Esai ASEAN ke-4 di Sabah, Malaysia (Juni 2025).

Ketidakadilan terus terjadi. Pelanggaran hak asasi tak pernah padam. Isu kemanusiaan yang menyentuh hati, kisah sebenarnya, baik tragedi, komedi, atau penuh spirit heroisme, terus berlangsung di sekeliling.

Kisah di atas bisa menjadi LESSONS TO LEARN, karena dituliskan, salah satunya, melalui puisi esai. ***

10 Agustus 2024

CATATAN

(1) Kisah Childless Dog Lady yang kemudian menjadi iklan