BANDUNG,- Keberadaan debt collector saat ini sudah sangat meresahkan masyarakat, mereka nongkrong di pinggir jalan mengawasi kendaraan yang lewat, setelah ada kendaraan yang lewat dan di anggap nunggak kredit, sang debt collector akan segera mengejar dan memberhentikan paksa kendaraan yang sedang berjalan.
Debt Collector berupaya mencari celah mulai dari pengendara yang terlihat lemah seperti pelajar dan juga perempuan, mulai dari alasan nunggak pembayaran hingga telat bayar pajak , mulai dari minta uang hingga membawa paksa kendaraan milik korban.
Mereka tidak sendirian, banyak temanya dan bergerombol untuk menunggu mangsanya lewat, di beberapa titik yang ada di Kota Bandung seperti di Jalan Buah Batu sampai Jln.Cibereum antara jam 12 siang sampai magrib mereka duduk siaga di atas motor menanti mangsanya,mengejar dan memepet korban mengaku dari lising jika tidak ngasih uang motor korban akan di bawa kabur.
Dadan salah satu korban mengatakan dia merasa trauma karena belum lama ini saat pulang kerja tiba tiba dirinya diberhentikan oleh beberapa orang yang mengaku debt collector dan motor miliknya di kira nunggak angsuran jika tidak bayar tunggakan atau tidak kasih uang motor nya akan di bawa, beruntung Dadan berani melawan jadi motor tidak jadi di rampas, meski melalui perdebatan bahkan sempat ribut untuk mempertahankan kendaraan milik nya .
” Mereka makin berani dan makin meresahkan inikan kendaraan komplit dan bukan angsuran” tutur Dadan.
Dadan berharap Kepolisian bisa menyikapi dan memberikan perhatian serius terhadap permasalahan ini, masyarakat sangat sudah resah dengan kegiatan debt collector yang menarik paksa kendaraan milik warga di jalan, ini perlu perhatian serius.
Melansir laman Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan pada Rabu, 10 Januari 2024, prosedur penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Beleid tersebut menerangkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Dalam Pasal 15 UU tersebut, disebutkan bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila debitor cedera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Namun banyak perbedaan penafsiran pada pasal ini, terkait dengan proses eksekusi atau penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila kreditnya bermasalah. Sebagian menafsirkan bahwa proses penarikan harus lewat pengadilan, dan sebagian menggangap penarikan bisa dilakukan sendiri atau sepihak oleh debt collector.
Dari multitafsir UU tersebut, pada 2019 diterbitkanlah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, dengan harapan terjadi keseragaman terkait eksekusi jaminan fidusia, khususnya dalam hal penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah. Putusan MK ini mengamini penarikan kendaraan oleh debt collector, namun harus berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.
Putusan MK itu menyatakan bahwa debt collector yang melakukan penarikan kendaraan harus dilengkapi dengan sertifikat fidusia dan surat kuasa atau surat tugas penarikan. Kemudian petugas juga harus memiliki kartu sertifikat profesi dan kartu identitas.
Apabila debt collector melakukan penarikan paksa atau penarikan ilegal terhadap kendaraan penunggak pajak, maka dapat dikategorikan tindakan pidana dengan ancaman hukuman berdasarkan Pasal 335 KUHP jo Pasal 55 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan atau Pasal 365 KUHP jo Pasal 55 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan*