Gorontalo, Global
Jangan cari dimana Gorontalo terus bercokol dalam lima besar sebagai provinsi termiskin di Indonesia, APBD yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat malah dihambur- hamburkan hanya untuk perjalanan dinas (Perdis).
Berita ini hingga Viral dan mengejutkan, seperti disampaikan salah satu Legislator DPRD Provinsi Gorontalo, Umar Karim dari Fraksi Partai Nasdem kepada sejumlah awak media belum lama ini mengatakan, Biaya yang dikeluarkan pemerintah provinsi untuk perjalanan dinas itu hingga mencapai 149 dalam satu tahun. Selasa, (05/11/2024).
“Ditahun 2023 kurang lebih Rp 148 Miliar, atau nyaris Rp 149 Miliar dan yang terealisasi sebesar 98,8 persen atau Rp 146 Miliar. Di tahun 2024 ini, saya pikir hampir tidak beda, dan sementara ini masih saya tracking Datanya, bila diperoleh saya akan Publish ke Publik, ” ujarnya.
Tidak hanya itu, Ia juga mengatakan bahwa hal ini merupakan pemborosan yang luar biasa. Nyatanya hal ini sangat sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan khususnya PP Nomor 12 Tahun 2019.
“Aturan di atas sudah dijelaskan isinya menghendaki bahwa pengelolaan keuangan daerah itu harus mengedepankan Efisiensi, bahkan ditahun 2023 itu kapasitas fiskal keuangan pemerintah propinsi Gorontalo berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tahun 2023 kategorinya rendah,” kata Umar Karim.
Selain itu Dirinya juga menjelaskan, Sebenarnya perjalanan dinas adalah hal yang penting, tapi seharusnya sesuai dengan Prioritas sebagaimana yang diatur pada Peraturan Presiden Nomor 33 tahun 2020 Tentang Penganggaran Perjalanan Dinas.
“Bukan berarti perjalanan dinas haram, tapi paling penting itu dilakukan sesuai peruntukkan, bila tidak prioritas jangan lakukan demi Efisiensi Anggaran,” katanya
Menurut aleg dari Fraksi Partai Nasdem itu, kalau angaran perjalanan dinas bisa dihemat setengah dari angka tadi, maka bisa menurunkan angka masyarakat jadi miskin.
“Bila anggaran rumah layak huni (mahyani) setiap unit Rp 20 juta, maka kita bisa membangun 7000 unit, bayangkan jumlah keluarga miskin yang bisa memiliki rumah itu, dari suami dan istri ditambah dua anak, coba kalikan dan di hitung saja dalam setahun berapa jumlah mereka,” tuturnya kepada sejumlah awak media.
Tidak efisiensi penggunaan anggran juga bisa berdampak terhambat atau tertundanya pembayaran hak-hak ASN seperti TKD.
“Andaikan di kemudian hari pemerintah provinsi tidak mampu membayar sepenuhnya hak PNS seperti TKD dikarenakan kekurangan anggaran, maka sesungguhnya penyebab dari kekurangan anggaran inilah APBD kita tidak Efisien,” terangnya.
Umar menilai, seharusnya DPRD saat itu tidak menyetujui anggaran perjalanan dinas yang diusulkan oleh pemerintah, olehnya ia meminta maaf kepada aleg Deprov periode sebelumnya.
“Secara pribadi saya menilai, kinerja DPRD lama belum maksimal dan ini sebenarnya tidak semata tanggung jawab DPR, tapi Gubernur juga APBD yang buat adalah DPRD.” tutup Umar Karim.
( Yusuf Napu )