Nusa Tengara Barat Globalinvestigasinews Com – kisah ini dikutip dari Media Asepnews id dari kisah nyata dari prajurit Bataliyon 745/Syb ek Timor Timur, kenangan pada saat masih menjadi perwira remaja dan bertugas dalam sebuah operasi di Timor Timur (sekarang jadi negara Timor Leste) – Sabtu (09/11/2024).
Kisah nyata ini ditulis oleh: Mayjen TNI (Purn.) Asep Kuswani, S.H., M.Si.Han., Anggota Dewan Pini Sepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS), Ketua Dewan Pembina (KDP) Paguyuban Asep Dunia (PAD), Dewan Pembina Asosiasi Media Independen Online (MIO) Indonesia, dan founder (pendiri) Asep News (AsepNews.id).
Setelah 34 tahun berdinas, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu atau tidak ditunggu datang juga, yaitu hari “H”. Pensiun telah datang.
Saat hari pertama pensiun aku berpikir, apakah yang harus dilakukan setelah masa pensiun tiba? Kapan kira kira memulai melakukan untuk mengisi kegiatan pensiun? Di mana kita akan tinggal setelah pensiun? Mengapa harus ada kegiatan ketika kita pensiun?
Pertanyaan tersebut khususnya saya tujukan kepada diri sendiri karena selama ini saya bekerja sebagai abdi negara melalui Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat.
Ketua Dewan Pembina Paguyuban Asep Dunia (PAD) Mayjen TNI (Purn.) Asep Kuswani, S.H., M.Si.Han. – (Sumber: MMS)
Mayjen TNI (Purn.) Asep Kuswani, S.H., M.Si.Han., penulis – (Sumber: MMS)
Sambil meneguk secangkir kopi, sebelum menjawab semua pertanyaan itu, tiba tiba terlintas bayangan di pelupuk mata suatu peristiwa perjuangan pengabdian kepada bangsa dan negara yang dulu pernah saya lakukan. Semua kitu masih membekas kuat dalam ingatan saya dan akan ditumpahkan di sini sebagai catatan sejarah masa lalu.
Ketika saya lulus dari pendidikan taruna Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) dan dilantik dengan pangkat Letnan Dua (Letda), saya menerima surat keputusan dari Presiden Republik Indonesia menjadi perwira remaja. Sesuai dengan surat perintah yang diberikan oleh Panglima ABRI waktu itu, saya mendapatkan tugas pertama di Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana dan satuannya di Timor Timur.
Saya masih ingat yang mendapatkan tugas menjadi satuan organik di Timor Timur, selain saya sendiri terdapat empat orang perwira yang lainnya. Kami berangkat dari Bandara Halim Perdana Kusumah Jakarta menuju Bali karena posisi Kodam IX/Udayana ada di Bali.
Setibanya di Bali, kami dijemput oleh anggota Detsemen Markas (Denma) Kodam IX/Udayana, kemudian laporan ke Spersdam dan selanjutnya ditempatkan di Rindam Udayana.
Dari lima orang perwira lulusan Akabri tersebut, dua orang ditempatkan di Yonif 744 dan tiga orang di Yonif 745. Oleh karena waktu itu Yonif 744 sedang melaksanakan latihan dan pengamanan (Pasukan Pengamanan Masyarakat/PAM) pemilu di Bali maka mereka bergabung langsung dengan satuannya.
Setelah beberapa hari berada di Rindam Tabanan Bali ada perintah untuk segera berangkat ke Timor Timur. Saya pun mempersiapkan diri untuk berangkat ke sana bersama anggota yang ditugaskan lainnya.
Ketika menginjakkan kaki pertama di Kota Dili, Timor Timur, suasana terasa sepi sekali, tidak seperti di kota-kota lainnya seperti di Pulau Jawa. Mungkin karena saya sudah terbiasa hidup di kota ramai, jadi di sini terasa sepi.
Selanjutnya saya laporan ke Korem 164/WD dan sementara ditempatkan di Mes Yonif 745 Parol.
Ketika malam tiba, ada anggota Korem yang menyampaikan perintah dari Komandan Korem (Danrem) yaitu Kolonel Infantri Rajaguguk untuk berangkat besok pagi bersama beliau.
Keesokan harinya, saya (Letda Asep Kuswani) beserta Letda Setyo Sularso dan letda Agus Sutarman bersama Danrem Kolonel Infantri Sahala Rajaguguk terbang dengan pesawat helikopter.
Ketika dalam penerbangan menuju markas Batalyon Infanteri 745 di Bacau, Danrem memerintahkan kami supaya melihat ke bawah. Saat itu beliau menyampaikan bahwa di tempat itulah nanti nanti wilayah yang pasti akan kami lewati. Saya hanya berpikir, apakah memang begitu?
Tidak lama kemudian sampailah pesawat yang kami tumpangi di Baucau dan landing dilapangan. Tentunya komandan Korem ada yang menjemputnya. Akan tetapi, beliau baik sekali. Sebelum beliau berpisah, beliau sempat menyampaikan pesan agar kami baik-baik di sini sambil menunjukkan ujuang jarinya, “Itulah batalyonmu. Selamat bertugas.”
Kemudian kami berpisah dengan beliau.
Belakangan baru saya tahu kalau ternyata lapangan helikopter tempat pesawat kami landing itu adalah Lapangan Mako Yonif 745/SYB. Posisinya, apabila melihat ke atas ada batu-batu karang dan kalau melihat ke bawah ada pohon nyiur yang melambai lambai di pinggir pantai.
Kami disambut oleh personil-personil perwakilan yang ada karena satuannya sedang ada di daerah operasi. Kemudian malamnya kami mengadakan syukuran dalam rangka penerimaan perwira baru dan berdoa semoga para prajurit Yonif 745 selalu dalam lindungan Tuhan yang Maha Kuasa.
Keesokan harinya, para perwira remaja ditugaskan bergabung ke daerah operasi di mana satuan itu sedang melaksanakan tugasnya.
Perjalanan dari Kota Baucau ke Kampung Baugia di antar dengan kendaraan dan pengawalnya cuma satu orang yaitu seorang prajurit berpangkat Kopral ─ mantan tentara Portugis yang menjadi TNI. Ketika sampai di Kampung Baugia, kami turun dari kendaraan karena sudah tidak ada jalan kendaraan, melainkan hanya ada jalan setapak untuk menuju pos komando Yonif.
Sebetulnya perjalanan jalan kaki ini cukup melelahkan. Akan tetapi, sebagai prajurit infanteri tidak ada gunung terlalu tinggi, tidak ada jurang terlalu dalam buat kami tempuh. Kapan saja, baik siang ataupun malam, kami prajurit yang sudah dididik dan dilatih di Lembah Tidar tidak akan menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan.
Setelah menempuh perjalanan satu hari, baru kami sampai di Pos Komando Batalyon. Lalu kami menghadap Komandan Batalyon untuk laporan.
Keesokan harinya saya mendapatkan perintah untuk mengantarkan logistik berupa peta dan lain-lainnya. Kemudian saya diberi 12 anggota oleh Danyon tanpa dikasih sarana komunikasi,seperti radio PRC. Entah apa sebabnya, saya tidak tahu. Mungkin peralatannya terbatas atau tidak cukup.
Saat itulah saya bertemu dengan anggota yang akan ngawal. Mereka tentara yang sudah berjuang bertahun-tahun sejak Timor Timur masih dikuasai Portugal.
Saya memperkenalkan diri sama mereka, begitu juga sebaliknya. Saya bertanya nama mereka masing-masing.
Saya perhatikan kondisi prajurit yang akan mengawal saya seragamnya tidak seperti tentara-tentara lainnya, seperti tentara penugasan. Mungkin karena mereka sudah lama tinggal di hutan (daerah operasi). Mata merah, kumis tebal, rambut keriting, dan gondrong. Sepintas anak buah saya terlihat garang-garang. Namun, hatinya ternyata masih lembut selembut salju.
Setelah mendapatkan tugas dan logistik yang akan dikirim ke Kompi A siap, saya orientasi peta untuk menuju tempat yang akan dituju. Sebetulnya lokasinya tidak begitu jauh kalau menggunakan kompas. Akan tetapi, medan yang akan dilalui ternyata sangat terjal dan berliku-liku.
Setelah melaksanakan salat Zuhur dan makan siang, saya dan anggota pengawal segera laporan ke Komandan Batalyon, kemudian meluncur menuju tempat yang dituju.
Pada awalnya untuk membuka jalan menuju sasaran yang akan dituju, semuanya berjalan lancar dan mudah, sesuai arah jalan kompas. Namun, tiba-tiba bertemu dengan jurang yang cukup dalam dan sangat susah dilewati.
Saya tidak peduli dengan jurang curam yang cukup dalam tersebut, tetapi saya berpikir bagaimana caranya bisa melewatinya dengan aman. Kemudian pasukan saya hentikan dulu sambil orientasi peta dan medan yang akan dilalui.
Akhirnya ada saran dari salah satu anggota yang pernah tahu di wilayah itu untuk mencari jalan alternatif. Saran itu akhirnya saya terima dengan tidak meninggalkan tanda-tanda taktis di lapangan.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan lagi, mulai mencari cari jalan dengan hati-hati sambil melorot di antara bebatuan dan pepohonan mengarah ke lembah. Setelah agak ke lembah yang penuh dengan pepohonan, rupanya ada jalan setapak kecil sekali menuju lereng bukit. Kelihatannya jalan yang baru saja dilewati oleh orang lain. Naluri tempur saya berkata, jejak siapakah ini?
Saya tetap waspada, begitu juga anak buah saya. Dengan senjata di ujung laras, saya ikuti terus jalur itu dan aku berjalan paling depan karena khawatir menyimpang dari tempat yang akan dituju.
Saat kami menelusuri jalan berlika-liku di lereng bukit itu, tiba-tiba saya melihat ada beberapa gubuk, seperti orang-orang yang baru datang untuk camping. Saya berpikir, apakah itu rakyat biasa atau gerombolan Fretilin?
Tanpa diduga-duga, tiba-tiba terdengar tembakan … dor dor dor. Ada orang yang menembak ke arah saya, tapi dengan gesitnya anak buah saya sambil teriak, “Hati-hati Komandan,” sambil mendorong saya sehingga membuat tubuh saya terpental. Anak buah saya itu sudah berhasil menyelamatkan saya dari tembakan musuh.
Saya dengar dahan kayu ketika saya ada di situ tumbang terkena tembakan gerombolan Fretilin. Saat itu terjadilah baku tembak yang sangat seru, persis seperti adegan dalam film. Saya berguling karena masih ingat di pendidikan AKABRI (sekarang Akmil).
Saat ditembaki musuh, kami harus melaksanakan M5, yaitu Menghilang, Mengguling, Merayap, Membidik, dan Menembak untuk mencari medan yang lebih menguntungkan. Kemudian saya mendapatkan satu pohon yang cukup untuk menjadi perlindungan dan membalas tembakan musuh sambil menyandarkan popor senjata, kemudian membidik orang yang sedang berlindung juga.
Saya berpikir, jangan sampai itu rakyat. Maklum, saya prajurit yang baru lahir dari penggodokan kawah candradimuka, belum tahu situasi kondisi yang sebenarnya. Saya terus membidik orang itu, tetapi belum juga menekan pemicunya.
Ketika mereka menembak, saya merasakan desingan peluru itu dekat sekali, seakan-akan hampir menyerempet telinga saya bertubi-tubi. Desingan peluru dan suara rentetan tembakan terasa semakin gencar. Baku tembak pun terjadi dan tak terelakkan dari kedua belah pihak.
“Majuuuu,“ ujar teriak saya kencang dengan penuh semangat sambil membalas tembakan lawan.
Begitu juga anak buah saya. Ternyata mereka merupakan prajurit-prajurit hebat yang sudah berpengalaman. Mereka mengejar musuh dengan berlari zig-zag, mengejar dengan memanfaatkan pohon-pohon sebagai perlindungannya dengan perkiraan medan dan perkiraan taktisnya. Mereka sangat berani sekali.
Gerombolan Fretilin yang begitu banyak mencoba bertahan dengan mengeluarkan tembakan-tembakan sambil melindungi kelompoknya yang mundur dan lari tunggang langgang.
Pertempuran sore itu merupakan pertempuran pertama saya menghadapi gerombolannya Fretilin di Timor Timur. (Bersambung).