oleh : Ir. Dony Mulyana Kurnia ( DMK ) – Ketua Umum DPP Gerakan Gubernur Aing Dedi Mulyadi ( GADIL )
Dengan kemenangan Kang Dedi Mulyadi (KDM), dalam semua quickcount hasil pilkada Jawa Barat 2024 yang melebihi 60% suara, menunjukkan gejala menggeliatnya eksistensi politik masyarakat suku Sunda, yang merupakan suku kedua terbesar di Indonesia, setelah suku Jawa.
Fenomena kemenangan politis yang dahsyat ini, sudah barangtentu perlu mendapat acung jempol, dan perhatian, bagi seluruh elit dan pengamat politik di Indonesia. Karena kalau dibandingkan dengan kemenangan-kemenangan Pilkada sebelumnya, tarolah yang terdekat kemenangan Ridwan Kamil di pilkada Jabar 2018, hanya memperoleh 32% suara. Dan entah pilkada mana ? di Indonesia ini, yang kemenangannya se dahsyat KDM, tentunya jika di bandingkan aple to aple dengan pilkada yang 4 (empat) paslon kontestan. Kelihatannya tidak ada kemenangan perolehan suara yang se hebat KDM.
Kita bisa melihat konsistensi seorang KDM yang selalu lekat dengan iket Sunda warna putih, dan dimanapun KDM berada menyatu dengan masyarakat Sunda, dengan pemahaman filosofi Sunda yang mendalam. KDM sangat fasih menjelaskan keberadaan raja Padjadjaran Prabu Jayadewata Sribaduga Siliwangi dengan Uganya yang sangat di kenal; silih Asih, silih Asuh jeung silih Asah, anu kudu ngajadi silih Wawangi. Kemudian KDM pun sangat kuat pendiriannya dengan pemahaman filosofi wayang Sunda, dengan keberagaman simbol sosok-sosok dalam cerita dunia pewayangan.
KDM tidak pernah ragu dengan konsistensi memperjuangkan budaya Sunda sebagai falsafah hidup untuk mewarnai dan memperkuat falsafah bangsa PANCASILA.
Oleh karena itu histori KDM bisa di lihat paling depan melawan Habib Rizieq Sihab (HRS), manakala HRS melesetkan salam Sunda ; Sampurasun menjadi Campuracun dan Rampes menjadi Kempes, dengan perlawanan KDM bersama masyarakat Sunda tersebut, hingga akhirnya HRS secara terbuka menyampaikan permohonan ma’af kepada seluruh masyarakat Sunda. Selain masalah inipun, banyak hal yang diperjuangkan KDM bersama masyarakat Sunda untuk memperkuat falsafah Sunda, agar hidup kuat di tengah terpaan budaya asing yang sangat merusak kepribadian bangsa.
Dalam fase kampanye pun, kembali serangan kepada KDM secara bertubi-tubi, di tuduh musyrik hanya karena KDM mencintai budaya Sunda. Tentu saja semua tuduhan itu tidak pada tempatnya, karena KDM adalah muslim sejati, yang selalu menunaikan ibadah shalat, ibadah haji, bahkan selalu melaksanakan shaum sunat Senin dan Kamis. Selain jawaban tersebut, di jawab oleh masyarakat Sunda yang 99% beragama Islam, dengan secara antusias memilih KDM, dan tidak terpengaruh sama sekali dengan fitnah-fitnah politik tersebut yang ditujukan kepada KDM.
KDM dalam menjalankan agamanya, bukan sekedar ritual, akan tetapi dibuktikan dengan perbuatan yang tulus ikhlash membantu masyarakat kecil yang kesulitan. Penulis ketika mengikuti kampanye KDM dari tempat ke tempat betapa takjubnya, KDM selalu memeluk dengan tangisnya, orang-orang kecil yang sangat butuh bantua. Inilah yang membuat KDM dicintai masyarakat Jawa Barat, tentu saja dengan mayoritas suku Sunda.
Pucuk di cinta ulam pun tiba , masyarakat Sunda sangat mendambakan lahirnya kembali seorang sosok yang selalu di idam-idamkan siapa lagi kalau bukan pangeran Pamanah Rasa, yang ketika di angkat raja bernama Prabu Jayadewata Sribaduga Siliwangi. In Syaa Allah, sosok tersebut energinya lahir kembali kepada sosok KDM, oleh karena itu manakala KDM terpilih menjadi Gubernur Jawa Barat, satu tanda bahwa masyarakat Jawa Barat merindukan kembali eksistensi negara yang gemah ripah loh jinawi, tentrem kerta raharja, seperti yang pernah terjadi dalam fase kerajaan Padjadjaran. Harapan yang membuncah untuk Mapag Padjadjaran Anyar, dengan kepemimpinan Kang Dedi Mulyadi. Mudah-mudahan terjadi, kun fayakun. Aamiin YRA.