Berita  

Pemaksaan Pengunduran Diri Pegawai Honorer di DJKN : “Tuntutan Keadilan untuk Pekerja yang Telah Mengabdi Bertahun-tahun ?!”

Banten – Global investigasi News.com – Pegawai Honorer di DJKN Banten Diduga Dipaksa Berhenti Bekerja, Dengan Alasan Suami Bekerja Di Instansi Lain

Mengabdi 12 Tahun, Pegawai Honorer di DJKN Banten Dipaksa Berhenti Bekerja Oleh Pimpinannya.

Serang,- Salah satu kasus yang mencuat dari lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang berlokasi di Kota Serang, Banten, melibatkan seorang pegawai honorer vertikal yang diduga dipaksa untuk mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Pegawai tersebut, yang sudah mengabdi selama lebih dari satu dekade, merasa diperlakukan tidak adil oleh atasan di kantor tempatnya bekerja.

IN (32), seorang pegawai honorer DJKN, mengungkapkan bahwa dirinya dipaksa untuk mengundurkan diri setelah 12 tahun bekerja di instansi tersebut. Hal ini bermula ketika dirinya dipanggil untuk rapat dengan pimpinan, yang memberitahukan bahwa alasan dirinya harus berhenti adalah karena suaminya bekerja di instansi lain. Padahal, selama bertahun-tahun, IN telah bekerja dengan penuh dedikasi di DJKN tanpa ada masalah yang berarti terkait kinerjanya.

“Saya sudah mengabdi selama 12 tahun di sini, namun saya dipaksa untuk berhenti hanya karena suami saya bekerja di salah satu instansi lain. Ini sangat tidak adil. Seharusnya, prestasi dan kontribusi saya yang dinilai, bukan status pekerjaan suami saya,” ungkap IN dengan nada kecewa.

IN juga menambahkan bahwa selama ini dia merasa terhormat bisa bekerja di instansi pemerintah, apalagi dengan status sebagai pegawai honorer vertikal yang seharusnya mendapatkan perlakuan yang lebih baik, terutama di era di mana banyak pegawai honorer lain yang mulai mendapatkan perhatian lebih terkait kesejahteraannya. Namun, kenyataannya ia justru diminta untuk mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas.

“Saya siap mengikuti semua peraturan baru yang diberlakukan untuk melanjutkan kontrak kerja saya. Tapi, justru pimpinan di sini malah menyerang mental saya dengan opini-opini yang menyuruh saya untuk berhenti bekerja. Ini sangat membuat saya kecewa,” tambah IN.

Selain itu, IN juga merasa bahwa jika memang ada kebijakan pemangkasan pegawai honorer, keputusan tersebut harusnya didasarkan pada kompetensi atau keahlian, bukan berdasarkan status pribadi atau keadaan keluarga. Menurutnya, alasan suami yang bekerja atau status kepemilikan rumah dan kendaraan tidak seharusnya menjadi dasar untuk memutuskan nasib seseorang yang telah mengabdi lama di sebuah instansi.

“Kalau memang harus ada pemangkasan pegawai honorer, mestinya keputusan itu diambil berdasarkan kinerja dan kompetensi, bukan faktor pribadi seperti suami yang bekerja atau memiliki rumah dan kendaraan. Semua pegawai honorer berhak diperlakukan dengan adil,” tegasnya.

Sampai saat ini, IN merasa kebingungannya semakin besar. Dia bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, “Kemana saya harus mencari keadilan? Siapa yang bisa membantu saya untuk memperjuangkan hak saya sebagai pegawai honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun?”

Kasus ini memunculkan pertanyaan besar tentang bagaimana pegawai honorer diperlakukan di lingkungan pemerintahan. Di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan bagi honorer, kejadian seperti ini justru menunjukkan adanya ketidakadilan yang dirasakan oleh pegawai yang sudah lama bekerja.

Sementara itu, pihak terkait belum bisa di konfirmasi terkait ada nya pegawai honorer yang di duga di paksa untuk berhenti bekerja kantor DJKN Banten tersebut
(Rohim)