HAL-SEL: Global Investigasi News. Com – Salah satu Mesjid di desa labuha kecamatan bacan kabupaten halmahera selatan, provinsi maluku utara tapat nya di pantai mongga berbentuk kapal, ini merupakan bentuk arsitektur yang mengandung makna mendalam bagi masyarakat Bugis dan Makassar terlebih khusus yang ada di kota labuan, dua suku yang memiliki sejarah panjang di pesisir Sulawesi Selatan. Kapal, sebagai simbol utama, tidak hanya sekadar bentuk fisik dalam konstruksi masjid, tetapi juga merupakan representasi dari nilai budaya, sejarah, dan identitas etnis yang kuat.
Pantauan media ini malam pertama sholat tarawih 1/3/2025, Bagi masyarakat Bugis dan Makassar, laut bukanlah sekadar sumber kehidupan, tetapi juga bagian dari jiwa mereka. Sejak zaman dahulu, kedua suku ini dikenal sebagai pelaut ulung yang menjelajahi berbagai perairan, bahkan sampai ke luar negeri. Mereka membangun kapal-kapal besar, yang dikenal dengan sebutan “pinisi”, yang digunakan untuk berdagang, menjelajah, dan berlayar untuk menjalin hubungan antar pulau dan negara. Kapal bagi mereka lebih dari sekadar alat transportasi; ia adalah simbol kebanggaan, kekuatan, dan ketahanan. Oleh karena itu, ketika sebuah masjid dibangun dengan desain menyerupai kapal, itu merupakan penghormatan terhadap sejarah dan tradisi nenek moyang yang telah mengukir prestasi besar di lautan sebut saja Daeng salah satu jama’a tarawih yang kebetulan suku bugis saat di mintai keterangan.
Selain itu, kapal juga mengandung makna simbolis yang dalam. Dalam perspektif agama Islam, kapal sering dipandang sebagai simbol keselamatan dan perlindungan. Kisah Nabi Nuh yang menyelamatkan umat manusia dengan perahu di tengah banjir besar adalah salah satu contoh yang sangat dikenal dalam tradisi Islam. Kapal yang melambangkan perlindungan dari bencana dan kesulitan tersebut, diintegrasikan ke dalam desain masjid, menjadi pengingat bahwa masjid adalah tempat perlindungan spiritual bagi umatnya. Seperti halnya kapal yang mampu membawa orang melintasi samudera, masjid dianggap sebagai tempat yang dapat menuntun umat menuju keselamatan akhirat. ucap Daeng.
Daeng juga menyebut, Desain masjid yang menyerupai kapal juga dapat dipahami sebagai simbol perjalanan spiritual. Sebagaimana kapal berlayar di lautan yang luas dan tak terduga, umat Islam diharapkan bisa menempuh perjalanan hidup dengan penuh kesabaran, ketabahan, dan tawakal kepada Allah. Kehidupan ini dianggap seperti lautan yang kadang tenang dan kadang bergelora, namun dengan iman yang kuat, setiap perjalanan bisa ditempuh dengan selamat.
Secara arsitektural, mesjid berbentuk kapal memiliki daya tarik yang unik. Bentuk ini menggabungkan elemen-elemen tradisional Bugis-Makassar dengan prinsip-prinsip arsitektur Islam. Keunikan desain ini tidak hanya menarik bagi para jamaah yang datang untuk beribadah, tetapi juga bagi wisatawan dan para peneliti yang tertarik untuk memahami perpaduan budaya lokal dengan agama Islam. Seringkali, masjid-masjid ini dilengkapi dengan ukiran-ukiran khas Bugis-Makassar yang menambah keindahan dan nilai estetika bangunan. Ukiran yang dipilih biasanya menggambarkan kehidupan laut, seperti ombak, ikan, atau bentuk-bentuk yang terinspirasi dari alam sekitar, yang semakin memperkuat keterkaitan antara kapal dan identitas budaya setempat.
Simbol kapal pada masjid juga mencerminkan nilai persatuan dan gotong royong yang sangat dijunjung tinggi dalam masyarakat Bugis dan Makassar. Dalam budaya mereka, kapal bukanlah hasil kerja seorang individu, melainkan hasil kerja sama banyak orang yang memiliki keahlian berbeda, seperti pembuat kapal, tukang kayu, penjahit layar, hingga awak kapal. Begitu pula, dalam komunitas masjid, kebersamaan dan saling membantu dalam berbagai aktivitas keagamaan dan sosial adalah hal yang sangat penting. Desain masjid berbentuk kapal, dengan segala simbolisme yang melekat padanya, mengingatkan umat untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan dalam beragama dan bermasyarakat.
Pembangunan masjid dengan desain seperti kapal juga menjadi bagian dari upaya melestarikan warisan budaya. Seiring dengan perkembangan zaman, budaya tradisional sering kali terancam hilang atau tergerus oleh modernisasi. Namun, dengan menggali dan mengangkat elemen-elemen budaya lokal seperti kapal ke dalam arsitektur masjid, masyarakat dapat terus mengingat dan menghargai nilai-nilai yang telah diturunkan oleh leluhur mereka. Ini adalah bentuk penerimaan budaya lokal terhadap agama yang datang dari luar, yakni Islam, yang kemudian diselaraskan dengan cara yang menghargai kearifan lokal.
Mesjid berbentuk kapal juga menjadi simbol ketahanan dan keabadian. Seperti halnya kapal yang bisa bertahan menghadapi ombak dan badai di tengah lautan, begitu pula umat Islam diajarkan untuk menghadapi tantangan hidup dengan kekuatan iman yang kokoh. Kapal juga mengingatkan kita akan pentingnya arah dan tujuan yang jelas dalam hidup. Tanpa kompas dan pelayaran yang terarah, kapal bisa tersesat. Demikian pula dalam hidup, tanpa petunjuk agama yang jelas, seseorang bisa terombang-ambing dalam kesesatan.
Secara keseluruhan, mesjid berbentuk kapal adalah simbol yang kaya akan makna dan sangat erat kaitannya dengan budaya, sejarah, dan agama masyarakat Bugis dan Makassar. Melalui bentuk ini, tidak hanya aspek arsitektur yang diungkapkan, tetapi juga pesan-pesan moral dan spiritual yang mendalam. Ia mengingatkan umat akan perjalanan hidup yang penuh tantangan, tetapi juga penuh harapan dan perlindungan dari Allah SWT, serta pentingnya menjaga warisan budaya dan tradisi yang telah diturunkan oleh nenek moyang.( LE.Tahapary )