JAKARTA, – Ketua Umum Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI), Rahmad Sukendar, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan korupsi yang menyeret nama PT Pupuk Indonesia.
Desakan ini mencuat setelah muncul temuan dari Etos Indonesia Institute mengenai dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia yang berpotensi merugikan negara hingga Rp8,3 triliun.
“Kejaksaan tidak boleh tutup mata. Ini menyangkut keuangan negara dan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Jika informasi dan data awal dari masyarakat sudah cukup kuat, maka sudah semestinya Kejagung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), segera bergerak. Jangan sampai ada kesan pembiaran atau tebang pilih,” tegas Rahmad dalam keterangannya, Senin (15/4/2025).
Ia menegaskan bahwa angka dugaan korupsi yang mencapai triliunan rupiah bukanlah hal remeh yang bisa diabaikan. Terlebih, kasus ini melibatkan salah satu perusahaan pelat merah strategis yang berperan penting dalam sektor ketahanan pangan nasional.
“Kami mengingatkan, setiap laporan masyarakat yang disertai bukti dan petunjuk kuat wajib ditindaklanjuti. Negara membutuhkan penegak hukum yang responsif, bukan yang permisif,” tambahnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah, menyebut adanya selisih dalam laporan keuangan PT Pupuk Indonesia yang mencapai Rp8,3 triliun. Bahkan ditemukan transaksi tunggal senilai hampir Rp7,98 triliun yang tidak dicantumkan dalam neraca, termasuk kas terbatas senilai Rp707,87 miliar dan deposito berjangka Rp7,27 triliun.
Etos Indonesia pun mendesak Kejagung segera memeriksa Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia atas dugaan ini.
Namun demikian, dalam pernyataan resminya pada Jumat (7/3/2025), PT Pupuk Indonesia membantah tudingan tersebut. Sekretaris Perusahaan, Wijaya Laksana, menyatakan bahwa laporan keuangan perseroan telah disusun sesuai Standar Akuntansi Keuangan, diaudit kantor akuntan publik independen, dan ditinjau Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Pemberitaan terkait dugaan manipulasi tidak sesuai fakta. Kami berkomitmen menjalankan tata kelola perusahaan yang baik dan transparan,” ujar Wijaya seperti dikutip dari Antara.
Meskipun demikian, desakan publik terus bergulir agar aparat penegak hukum bertindak transparan dan tidak membiarkan potensi kerugian negara sebesar itu terjadi tanpa pertanggungjawaban hukum.
(*)
