“INTERVENSI POLITIK DALAM DUNIA PENDIDIKAN”

Provinsi kepulauan bangka belitung
Ginewstv investigasi.com.

Ancaman terhadap Kebebasan Akademik dan Masa Depan Kurikulum Global

Kebijakan pemerintah Amerika Serikat yang melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa asing merupakan isu penting yang tidak hanya berimplikasi pada sektor pendidikan di Amerika, tetapi juga berdampak luas bagi dunia akademik global.

Kebijakan ini tidak sekadar merupakan tindakan administratif atau kebijakan imigrasi biasa, melainkan sebuah bentuk intervensi politik yang secara serius mengancam prinsip fundamental pendidikan tinggi yaitu kebebasan akademik dan otonomi institusi pendidikan.

Harvard, sebagai salah satu universitas terkemuka dunia, selama ini dikenal sebagai tempat yang menjunjung tinggi keterbukaan dan keberagaman. Kampus ini menjadi wadah pertukaran ide, inovasi ilmiah, dan dialog lintas budaya yang menghasilkan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan. Namun, ketika kebijakan politik mulai menentukan siapa yang dapat mengakses pendidikan tinggi, maka kita sedang menyaksikan kemunduran demokrasi intelektual dan pengekangan terhadap kebebasan akademik yang seharusnya dilindungi.

Mahasiswa asing bukan hanya sekadar peserta didik dari luar negeri. Mereka
adalah sumber keberagaman intelektual yang membawa sudut pandang global, nilai-nilai multikultural, serta pengalaman akademik yang memperkaya dinamika pembelajaran di ruang kelas dan laboratorium riset. Kehadiran mereka membantu menciptakan lingkungan akademik yang inklusif, kritis, dan reflektif terhadap isu-isu global. Tanpa mereka, institusi seperti Harvard kehilangan dimensi internasional yang menjadi ciri khasnya, sehingga proses pembelajaran berpotensi menjadi homogen dan kurang responsif terhadap perkembangan dunia.

Dalam konteks ini, juru bicara resmi Harvard pada 10 April 2025 menyatakan, “Tanpa keberadaan mahasiswa internasional, Harvard bukanlah Harvard,” menunjukkan betapa vitalnya kontribusi mahasiswa asing dalam membangun reputasi dan kualitas universitas.
Lebih dari itu, pembatasan terhadap mahasiswa asing membawa dampak serius pada pengembangan kurikulum. Kurikulum ideal adalah kurikulum yang inklusif, berwawasan global, dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman serta kebutuhan dunia yang terus berkembang. Ketika akses mahasiswa asing dibatasi, sudut pandang yang membentuk isi kurikulum pun akan terkungkung dan kehilangan keberagaman budaya serta intelektual. Akibatnya, universitas berisiko menyusun materi pembelajaran yang terlalu domestik dan tidak relevan dengan konteks global yang dinamis.

Kontribusi mahasiswa asing tidak berhenti pada ruang kelas. Mereka juga merupakan penggerak utama riset ilmiah, publikasi jurnal, inovasi teknologi, dan berbagai proyek akademik yang berkontribusi pada reputasi dan kemajuan universitas. Dari sisi pembiayaan, biaya pendidikan yang dibayarkan oleh mahasiswa internasional menjadi sumber vital bagi universitas, khususnya perguruan tinggi swasta, untuk mendukung fasilitas pendidikan dan riset berkualitas.

Jika sumber daya ini berkurang akibat kebijakan pembatasan, maka kualitas riset dan pendidikan secara keseluruhan akan terdampak negatif. Kebijakan pembatasan visa mahasiswa asing yang dikeluarkan oleh Presiden Donald Trump pada April 2025 dilatarbelakangi oleh kekhawatiran atas keamanan nasional dan pengaruh asing, terutama dari China. Trump menuduh bahwa universitas seperti Harvard menjadi saluran dana asing tanpa transparansi yang dapat mengancam integritas dan keamanan negara.

Selain itu, kritiknya terhadap kebijakan keberagaman (diversity, equity, and inclusion/DEI) yang dianggapnya lebih mengutamakan mahasiswa asing daripada mahasiswa Amerika menambah konteks politik di balik kebijakan ini. Trump juga mengaitkan peningkatan kasus kriminalitas di kampus dengan kehadiran mahasiswa asing sebagai alasan pembatasan tersebut. Dalam wawancaranya, ia menyatakan, “Kita harus mengutamakan warga negara kita sendiri, bukan membuka pintu bagi mahasiswa asing yang belum tentu setia pada negara ini.”
Namun, kebijakan ini menuai kritik luas, terutama dari kalangan akademisi dan masyarakat internasional.

Harvard secara tegas menolak kebijakan tersebut dan mengajukan gugatan hukum. . Ian Gershengorn, pengacara Harvard, dalam pernyataannya pada 10 April 2025, menyatakan bahwa kebijakan ini melanggar Amandemen Pertama karena menyerang kebebasan berbicara dan otonomi akademik. Wakil bicara Harvard juga menegaskan, “tanpa keberadaan mahasiswa internasional, Harvard bukan Harvard,” menunjukkan betapa vitalnya kontribusi mahasiswa asing dalam membangun reputasi dan kualitas universitas. Kebijakan pemerintah dianggap sebagai bentuk tekanan politik yang berusaha mengendalikan tata kelola akademik, kurikulum, dan kebebasan ideologi universitas, yang jika dibiarkan, akan merusak integritas institusi pendidikan tinggi.
Dampak kebijakan ini juga sangat dirasakan oleh mahasiswa asing dari berbagai negara, termasuk Indonesia.

Dalam wawancara dengan Tempo.co pada 15 April 2025, seorang mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh studi di AS mengatakan, “Kami merasa tidak hanya dibatasi secara administratif, tetapi juga dipinggirkan secara politik. Ini membuat kami bertanya-tanya: apakah kami benar-benar diterima di sini, atau hanya dianggap ancaman?” Sementara itu, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi Indonesia, Stella Christine, pada 14 April 2025 memberikan klarifikasi bahwa pembatasan ini lebih bersifat penangguhan penerbitan visa baru dan tidak berlaku bagi visa yang sudah aktif, sehingga mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di AS masih dapat melanjutkan pendidikannya.

Pemerintah Indonesia juga mengambil langkah strategis, seperti membuka opsi studi di negara lain atau transfer ke universitas dalam negeri, serta memastikan komunikasi dan perlindungan bagi mahasiswa Indonesia di luar negeri.

Kasus pembatasan ini menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara lain untuk
terus memperkuat otonomi perguruan tinggi dan keberagaman akademik, serta mendorong kurikulum yang tidak hanya berorientasi pada penguasaan teknis, tetapi juga membangun karakter, integritas, kesadaran sosial, dan kesadaran global. Pendidikan tinggi seharusnya menjadi ruang pembebasan intelektual dan pemersatu perbedaan, bukan alat untuk menegakkan narasi politik atau kepentingan kekuasaan tertentu.

Larangan mahasiswa asing di Harvard bukan sekadar persoalan kebijakan dalam
negeri Amerika, tetapi refleksi ancaman terhadap kebebasan akademik dan internasionalisme pendidikan secara global. Dunia pendidikan harus bersatu menolak politisasi kampus, menjaga integritas keilmuan, dan memastikan hak atas pendidikan tanpa diskriminasi tetap terjaga. Pendidikan adalah investasi jangka panjang bagi masa depan peradaban manusia. Oleh karena itu, ia tidak boleh dikorbankan demi kepentingan politik sesaat yang sempit.

Redaksi (Opini)
Oleh : Zambiatun ( Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Referesni berita :
Harvard Gazette. (2025, April 10). Harvard Won’t Comply with Demands from Trump Administration.

Diakses dari :
https://news.harvard.edu/gazette/story/2025/04/harvard-wont-comply-withdemands-from-trump-administration/

Kompas.id. (2025, April 12). Pemerintah AS Larang Harvard Terima Mahasiswa Asing.

Diakses dari https://www.kompas.id/artikel/pemerintah-as-larang-harvardterima-mahasiswa-asing
Nawabineka.com. (2025, April 14). Trump Tangguhkan Visa, Wamen Stella Beber Nasib Studi Pelajar RI ke AS.

Diakses dari https://nawabineka.com/trump-tangguhkan-visawamen-stella-beber-nasib-studi-pelajar-ri-ke-as/
Tempo.co. (2025, April 11). Trump Larang Harvard Terima Mahasiswa Asing.

Diakses dari
https://www.tempo.co/internasional/trump-larang-harvard-terima-mahasiswaasing-1523774
Tempo.co. (2025, April 15). Trump Batasi Mahasiswa Asing di Harvard, Ini Kata WNI di AS.

Diakses dari https://www.tempo.co/internasional/trump-batasi-mahasiswaasing-di-harvard-ini-kata-wni-di-as-1642990

Ginewstv investigasi.Com.(Fuad)