Hal Sel, Global Investigasi News — Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Tameng Perjuangan Rakyat Anti Korupsi (LSM Tamperak) Kabupaten Halmahera Selatan, Latif Al Argam Maruapey, SH, mendesak Bapak Bupati Halsel Basam Kasuba untuk segera membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) terkait dugaan praktik mafia tanah dalam proses pembebasan lahan perluasan Bandara Usman Sadik di Bacan
7/11/2025.
Desakan ini disampaikan Latif menyusul munculnya sejumlah indikasi ketidakwajaran dalam proses pembayaran ganti rugi lahan milik warga yang digunakan untuk proyek pengembangan bandara tersebut. Ia menilai dugaan penyimpangan itu bisa mencoreng nama baik Pemerintah Daerah (Pemda) Halsel, khususnya citra Bupati Basam Kasuba sebagai pimpinan daerah.
“Masyarakat sering kali menyalahkan pemerintah daerah, bahkan menuding langsung Bapak Bupati, padahal dugaan permainan ini dilakukan oleh oknum bawahan yang tidak bertanggung jawab dan tidak menjaga nama baik Pemda,” ujar Latif kepada wartawan.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan Tamperak adalah pembebasan lahan milik Hi. Husen, yang sebelumnya dibeli dari Bapak Simon, warga Desa Tomori, Kecamatan Bacan. Berdasarkan keterangan Simon, lahan tersebut memiliki luas 1 hektar 200 meter persegi, namun dalam dokumen aset daerah tercatat 2 hektar 22 meter persegi.
Perbedaan data tersebut menimbulkan pertanyaan besar, karena berdasarkan dokumen pembayaran, sebagian lahan yang dibayarkan kepada Hi. Husen ternyata masuk ke wilayah tanah milik Bapak Musa Lauri dan Bapak Kasman Marengkeng.
Lebih lanjut, Latif mengungkapkan bahwa nilai pembayaran yang tercatat untuk lahan Hi. Husen mencapai Rp 2,2 miliar, namun yang bersangkutan mengaku hanya menerima Rp 1,6 miliar. Hi. Husen bahkan secara terbuka mengakui adanya pemberian sejumlah uang kepada oknum pegawai terkait proses pencairan dana pembebasan lahan, meskipun disebut dilakukan dengan “ikhlas”.
Tetapi saat RDP di DPRD data pembayaran lahan kebun milik Bapak Hi.Husen sempat dilihat oleh Niken anak Bapak Musa Lauri ternyata harga sebenarnya sesuai SP2D sebesar dua miliar empat ratus ribu lebih sedikit.
“Kalaupun benar ada pemberian uang kepada oknum pegawai, hal itu dapat dikategorikan sebagai dugaan gratifikasi, dan wajib diselidiki oleh aparat penegak hukum,” tegas Latif.
Dugaan kejanggalan juga terjadi pada tahun 2020, ketika Bapak Musa Lauri bersama pihak aset daerah, manajemen bandara, serta perwakilan Kementerian Perhubungan melakukan pengukuran lahan dan pendataan tanaman produktif di kebun miliknya untuk kebutuhan pembayaran ganti rugi. Namun ironisnya, pada saat itu justru lahan yang dibayar adalah milik Hi. Husen, sementara lahan Musa Lauri belum mendapatkan ganti rugi hingga kini.
Menurut Latif, hal ini menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa proses pembayaran tidak berdasarkan hasil penilaian objektif atau data lapangan, melainkan ditentukan oleh “kedekatan” dengan pegawai aset daerah.
“Kalau mekanisme pembebasan lahan tidak transparan dan lebih berpihak kepada pihak-pihak tertentu yang dekat dengan pejabat, maka jelas telah terjadi pelanggaran administrasi dan potensi tindak pidana korupsi,” tambahnya.
Kini, pada tahun 2025, Musa Lauri dikabarkan kembali melakukan pengukuran ulang lahan dan menghitung seluruh tanaman produktifnya guna memenuhi syarat administrasi pembayaran ganti rugi. Namun ia justru mendapat informasi bahwa pihak aset masih menggunakan data lama tahun 2020, bukan hasil pengukuran terbaru tahun 2025.
“Ini sangat aneh. Kalau data tahun 2020 digunakan lagi, padahal kondisi dan nilai tanaman sudah berubah, tentu merugikan pemilik lahan. Pertanyaannya, mengapa saat pembayaran kepada Hi. Husen di tahun 2020, lahan Musa Lauri tidak ikut dibayarkan?,” kata Latif mempertanyakan.
LSM Tamperak menilai bahwa dugaan praktik gratifikasi dan penyimpangan dalam proses pembebasan lahan bandara ini berpotensi menimbulkan kerugian negara sekaligus mencoreng wibawa pemerintah daerah. Karena itu, Latif mendesak agar Bupati Halsel Basam Kasuba segera membentuk Tim Pencari Fakta Independen yang melibatkan unsur Inspektorat, Kejaksaan, Kepolisian, serta LSM lokal untuk menelusuri kebenaran dugaan kasus ini.
“Kami tidak ingin nama baik Bapak Bupati tercoreng karena ulah segelintir oknum. TPF harus bekerja secara transparan dan terbuka agar masyarakat tahu siapa yang bermain di balik pembebasan lahan bandara Usman Sadik ini,” ucap Latif.
Untuk itu Latif Berharap Agar Bapak Bupati Membentuk Tim pencari fakta, LSM Tamperak juga siap memberikan informasi kepada Bapak Bupati tutup latif
(LM.T)












