Berita  

“Andi Tarigan, SH Penasihat Hukum Anak Korban Pelecehan Seksual Oknum Mantan Guru SMP Negeri Menyesalkan Putusan Majelis Hakim ?!”

Andi Tarigan, S.H. Penasihat Hukum anak korban pelecehan seksual oknum mantan guru SMP Negeri menyesalkan putusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis 63 bulan penjara kepada seorang mantan guru SMP yang terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap muridnya. Putusan ini dinilai jauh dari rasa keadilan, dan menunjukkan bahwa prinsip kepentingan terbaik bagi anak, baik dalam hukum nasional maupun internasional masih belum menjadi roh dalam penegakan hukum kita.

“Ketika Derita Anak Tak Terbaca, Hukum Kehilangan Hatinya” ujar Andi

Penasihat hukum korban menyampaikan kritik tajam atas vonis tersebut

“Jaksa dan hakim seolah gagal membaca derita seorang anak. Korban bukan angka, bukan berkas. Ia manusia kecil yang dihancurkan oleh orang yang dipercaya sebagai guru. Ketika pelaku hanya dihukum 63 bulan, negara terlihat tidak berdiri di sisi anak.” tambahnya

Menurutnya, keadilan tidak boleh berhenti pada batas minimal undang-undang, tetapi harus menggambarkan seberapa serius negara melindungi warganya yang paling rentan: anak-anak.

Dalam kasus ini, pelaku bukan sekadar individu, tetapi guru, sosok yang menurut Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah pemegang tanggung jawab moral dan hukum yang tinggi.

Namun dalam vonis ini, pemberatan atas relasi kuasa tampak tidak terlihat sama sekali.

“Ketika guru menjadi pelaku, penghianatan moralnya jauh lebih besar. Penegak hukum seharusnya membaca itu sebagai faktor pemberat, bukan malah menghasilkan putusan yang hanya sekadar memenuhi formalitas hukuman dengan angka minimum.” tandasnya

Padahal Indonesia secara tegas telah mengadopsi prinsip the best interest of the child melalui Konvensi Hak Anak (CRC) yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Serta Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Nomor 12 Tahun 2022.

“Prinsip kepentingan terbaik anak tidak boleh berhenti di seminar dan spanduk. Prinsip itu harus hidup dalam setiap putusan. Dalam kasus ini, ia mati.” ujar Andi

Penasihat hukum korban akan pertimbangkan untuk membuat pengaduan ke Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia untuk memperjuangkan keadilan yang benar-benar mencerminkan beratnya kejahatan. Karena trauma anak tidak punya tanggal kedaluwarsa. Tetapi hukuman yang dijatuhkan terasa seperti negara sedang memberi maaf murah kepada pelaku.