“Diduga Adanya Penyekapan dan Kekerasan Dialami Wartawan Media Online ?!”

Sabtu,13 Desember 2025

Semarang_Global INews Tv
Kebebasan pers kembali Seorang wartawan media online Ardianto, mengaku menjadi korban dugaan penganiayaan brutal, penyekapan, intimidasi, serta perampasan telepon genggam, yang diduga melibatkan oknum pimpinan perusahaan swasta di Kota Semarang.

Peristiwa tersebut terjadi Rabu (10/11/2025) Desember 2025 sekitar pukul 19.10 WIB, di bawah tribun lapangan Jalan Sapta Prastya, Kecamatan Pedurungan, Semarang. Korban mengungkapkan, dirinya didatangi sekitar tujuh orang, di antaranya Franjibo yang disebut berasal dari PT STMJ (Angker Bir), serta VT dan YYN dari PT RPS (Repro Putra Sukses).

Menurut keterangan korban, YYN, yang disebut menjabat sebagai Manajer PT RPS, diduga menjadi pelaku utama penganiayaan. Korban mengaku dipukul, rambut dijambak, tangan dipegang secara paksa, diseret, hingga ditendang, sebelum akhirnya dipaksa masuk ke mobil Grand Max putih dengan kaca tertutup.

Tindakan tersebut diduga kuat memenuhi unsur Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, serta Pasal 333 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan Seseorang, yang ancaman hukumannya tidak ringan.

Ironisnya, setelah kejadian tersebut, korban justru tidak langsung mendapatkan perlindungan hukum. Ardianto dibawa ke Polsek Ngaliyan sekitar pukul 21.00 hingga 00.30 WIB, namun laporan yang hendak disampaikan tidak diterima. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik terkait akses keadilan bagi korban kekerasan, terlebih seorang wartawan.

Alih-alih dilepaskan, korban justru kembali dibawa ke PT RPS di Kawasan Industri Candi Blok 17/2 Semarang, dan diduga disekap selama kurang lebih 13 jam, sejak pukul 01.30 hingga 14.30 WIB, di pos satpam perusahaan, dengan penjagaan dua orang petugas keamanan. Dugaan penyekapan ini memperkuat indikasi pelanggaran Pasal 333 KUHP.

Sekitar pukul 15.00 WIB, korban kembali dibawa ke Polrestabes Semarang, namun laporan kembali belum diterima, hingga rekan-rekan wartawan datang memberikan pendampingan. Setelah itu, barulah korban diarahkan untuk melengkapi administrasi laporan serta menjalani visum sebagai alat bukti.

Dalam peristiwa ini, terdapat saksi mata, yakni penjual angkringan pasangan suami istri yang berada di sekitar lokasi kejadian. Keduanya melihat langsung insiden tersebut dan sempat berteriak, “Jangan bertengkar di sini!”, saat dugaan penganiayaan berlangsung.

Atas kejadian tersebut, Ardianto secara resmi telah melaporkan kasus ini ke Polrestabes Semarang, dan perkara tersebut saat ini dikabarkan masih dalam penanganan Aparat Penegak Hukum (APH).

Kasus ini memicu sorotan tajam publik, karena menyangkut keselamatan jurnalis, dugaan abuse of power oleh pihak swasta, serta sikap aparat yang sempat menolak laporan korban. Padahal, kekerasan terhadap wartawan jelas bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin perlindungan hukum bagi insan pers dalam menjalankan tugas jurnalistik.

Publik kini menunggu ketegasan dan transparansi Polrestabes Semarang untuk mengusut tuntas kasus ini tanpa tebang pilih, demi memastikan supremasi hukum dan kebebasan pers tidak hanya menjadi slogan semata.
(GINRed)