JAKARTA — Ketua Umum BPI KPNPA RI, Rahmad Sukendar, melontarkan kritik pedas terhadap keberadaan Jaksa Pengacara Negara (Datun) dan skema pendampingan hukum dalam proyek strategis nasional maupun daerah. Ia menilai, fungsi tersebut gagal total dan justru menjadi ruang subur praktik kolusi antara oknum jaksa dan pengusaha.
Rahmad menegaskan, pendampingan proyek yang digadang-gadang sebagai upaya pencegahan korupsi tidak lebih dari formalitas belaka. Bahkan, pemasangan papan proyek bertuliskan “Proyek ini dalam pengawasan Kejaksaan” disebutnya hanya menjadi simbol kosong tanpa dampak nyata di lapangan.
“Kalau benar diawasi, tidak mungkin kebocoran anggaran dan kualitas proyek yang amburadul terus berulang. Fakta di lapangan membuktikan, tulisan itu hanya omong kosong,” tegas Rahmad.
Menurutnya, Datun dan pendampingan proyek justru menciptakan konflik kepentingan. Jaksa yang seharusnya bertindak sebagai penegak hukum malah masuk terlalu dalam ke wilayah teknis proyek, sehingga membuka peluang terjadinya kompromi dan transaksi kepentingan.
“Banyak jaksa yang ditugaskan mendampingi proyek nasional maupun daerah justru bermain mata dengan pengusaha. Pendampingan berubah jadi tameng hukum agar proyek tetap jalan meski bermasalah,” ujarnya.
Rahmad juga menyinggung maraknya operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan aparat penegak hukum sebagai bukti nyata kegagalan sistem tersebut. Ia menilai, kasus OTT yang mencuat ke publik hanyalah puncak gunung es dari praktik kotor yang lebih luas.
“Yang kena OTT itu bukan karena sistemnya bersih, tapi karena apes. Sementara yang lain aman karena sudah ada kesepahaman rapi. Ini ironi besar dalam penegakan hukum,” katanya.
Atas dasar itu, Rahmad secara tegas mendesak Jaksa Agung melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Datun dan pendampingan proyek strategis. Bahkan, ia meminta agar fungsi tersebut dibubarkan jika tidak mampu menjamin integritas dan akuntabilitas.
“Lebih baik kejaksaan fokus menindak tegas pelaku korupsi daripada menjadi pendamping proyek yang penuh konflik kepentingan. Negara tidak butuh pengawasan palsu, rakyat butuh keadilan,” pungkas Rahmad. Minggu (21/12/25).
Pernyataan keras Rahmad ini menambah daftar kritik publik terhadap institusi penegak hukum di tengah tingginya ekspektasi masyarakat terhadap pemberantasan korupsi yang bersih, transparan, dan tanpa kompromi.
(*)












