Tarutung
Aksi Aliansi Gerak Tutup TPL dari gabungan elemen masyarakat adat, petani, pemuda, mahasiswa, pegiat lingkungan, buruh, serta simpatisan yang tidak lagi mau tinggal diam melihat penderitaan rakyat mendatangi Kantor DPRD Taput dan Kantor Bupati Taput, Selasa 27 Mei 2025.
Dimana Aksi Aliansi Gerak Tutup TPL diketuai oleh Anggiat Sinaga. Saat orasi, menyampaikan tuntutan sebagai berikut,
- Bupati dan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara berkomitmen untuk mendukung penutupan operasi PT. TPL
- Hentikan segera segala bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan petani di Tanah Batak. Aparat keamanan harus berhenti menjadi alat kekerasan korporasi.
- Kembalikan seluruh tanah adat yang telah dirampas oleh PT. TPL kepada pemilik sahnya, masyarakat adat. Tanah adalah sumber hidup, bukan objek spekulasi.
- Segera sahkan undang undang masyarakat adat di tingkat nasional sebagai bentuk pengakuan formal atas hak hak kolektif masyarakat adat.
- Hentikan seluruh bentuk perusakan hutan dan ekosistem di kawasan Danau Toba. Hutan bukan untuk ditebang, tapi untuk dijaga demi generasi mendatang.
- Sahkan peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di provinsi Sumatera Utara. Pemda tidak boleh terus menjadi perpanjangan tangan modal.
- Mendesak ketua DPRD Kabupaten Tapanuli akhir untuk menempati janji politiknya membentuk Panitia Khusus (Pansus) tutup TPL, janji politik adalah hutang kepada rakyat.
Anggiat Sinaga menjelaskan aksi ini bukan hanya protes, tapi juga pembebasan ruang politik rakyat sebuah momentum untuk membalikkan keadaan dan menegaskan bahwa tanah, air dan hutan bukanlah komoditas, melainkan bagian dari kehidupan yang harus dijaga dan dipulihkan bersama.
Lagi Ketua Aliansi Gerak Rakyat Tutup TPL menyatakan dukungan penuh dan tegas atas seruan yang disampaikan oleh pimpinan gereja yang menyerukan penutupan total terhadap operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL). Seruan ini merupakan cerminan dari jeritan rakyat yang telah lama dipinggirkan, dilukai, dan dimiskinkan oleh operasi TPL di Kawasan Danau Toba.
Lanjut lagi menjelaskan keberadaan TPL di Tanah Batak, tidak membawa kesejahteraan, hanya menambah kesengsaraan. Dengan Alih-alih meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, kehadiran TPL justru menjadi sumber utama kerusakan ekologis, konflik sosial, eksploitasi buruh, dan penghancuran sistem kehidupan masyarakat adat dan petani.
“Berangkat dari kondisi tersebut, kami menyatakan bahwa saatnya rakyat mengambil sikap tegas. Kami telah cukup bersabar. Kami sudah terlalu lama diam. Kini kami bergerak dalam satu suara, satu barisan. Tutup PT. TPL,” terangnya.
Sementara, Lahan lahan adat yang diwariskan turun temurun telah dicaplok secara sepihak dan dijadikan konsesi industri kayu, tanpa persetujuan masyarakat yang sah. Mereka dipaksa untuk menerima keberadaan PT. TPL tanpa mekanisme yang melibatkan masyarakat.
Sedangkan PT. TPL mengakibatkan lingkungan rusak parah, penebangan besar besaran, pencemaran air, serta rusaknya keseimbangan ekologis di sekitar Danau Toba telah mengancam keberlanjutan kehidupan generasi kini dan mendatang.
Kemudian, tidak ada bukti nyata kehadiran PT. TPL meningkatkan taraf hidup rakyat di sekitar. Justru, ketimpangan makin melebar. Sebagian kecil elit lokal menikmati keuntungan, sementara mayoritas rakyat tetap dalam kemiskinan struktural.
“TPL adalah simbol kapitalisme ekstraktif yang hanya memikirkan keuntungan segelintir elit dan korporasi,” tutupnya
Dalam aksi Aliansi Gerak Tutup TPL di terima Wakil Bupati Taput beserta jajarannya, Anggota DPRD dalam pengawalan anggota kepolisian dan Satpol PP. Aksi tersebut dimulai dari titik kumpul terminal Tarutung menuju Kantor DPRD Taput dan Kantor Bupati Taput dengan berjalan kaki dan membawa kertas bertulisan Hentikan kerusakan hutan Tapanuli raya, Lindungi tanah adat dari komersialisasi, Selamatkan bumi dengan mengakui masyarakat adat, Sahkan perda masyarakat adat Sumut, Tutup TPL, Usir kapitalis yang menyengsarakan masyarakat adat, Bentuk peraturan mahkamah agung tentang masyarakat adat, Sahkan perda masyarakat adat Sumut, Hentikan kriminalisasi masyarakat adat di tanah batak.












