Berita  

Presiden Prabowo Subianto Dimohon Turun Tangan: Keluarga Indriani Menangis Meminta Keadilan

Dari sebuah pelosok di Kabupaten Deli Serdang, suara tangis seorang nenek menggema memanggil keadilan. Di pelukannya, tiga cucu balita menangis mencari ibunya Indriani (30), seorang ibu tunggal yang kini terkurung di balik jeruji Rutan Kelas II A Tanjung Gusta sejak dituduh menggelapkan hasil usaha penggilingan padi.

Namun bagi keluarga dan penasihat hukumnya, Indriani bukan penjahat. Dia hanyalah korban kriminalisasi yang diduga dirancang oleh mafia beras yang beroperasi rapi, bekerja sama dengan oknum di institusi penegak hukum.

Kasus ini berawal dari perjanjian kerja sama yang sah di hadapan notaris, ketika Indriani bekerjasama dengan NL dan Gunawan pada 23 April 2024 bernomor 5.305/PTTSDBT/TK/IV/2024 dengan skema bagi hasil 50%–40%–10%. Namun pembayaran tak pernah jelas. Setiap kali ditagih, NL hanya berkata, “Belum diaudit,” meski transaksi beras dan menir sudah selesai.

Hingga akhirnya, pada 22 Juni 2024, NL melaporkan Indriani dengan tuduhan penggelapan Pasal 372 dan 374 KUHP. Dalam sidang PN Lubuk Pakam pada 4 Desember 2025, saksi Gunawan justru memberikan keterangan meringankan: ia membenarkan bagi hasil 10%untuk dirinya.

Namun kejanggalan semakin menumpuk, akta notaris yang sah diabaikan, notaris ditunjuk pelapor sendiri, dan orang yang seharusnya menjadi terlapor justru hanya berstatus saksi.

“INI JELAS kriminalisasi TERORGANISIR!” tegas Gozali Marbun, S.H. & Partner.

“Berkas dinaikkan tanpa penyelidikan yang utuh. Bukti direkayasa, hukum dipakai untuk menekan rakyat kecil.” ujar Gozali

Kini, keluarga Indriani sudah kehabisan cara. Dengan suara pecah menahan tangis, sang nenek memohon langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto:

“Pak Presiden… tolong kami… Bebaskan putri kami… Jangan biarkan mafia beras dan oknum penegak hukum menghancurkan keluarga kecil ini.” ujar sang nenek

Di bawah kaki sang nenek, tiga balita berdiri memeluk dunia yang terasa tidak adil. Keheningan mereka adalah pertanyaan besar bagi negara. Jika hukum tidak melindungi ibu dan anak yang lemah, lalu siapa lagi yang akan mereka harapkan.

Kasus ini menjadi alarm keras bagi wajah penegakan hukum, antara kepentingan mafia beras, permainan oknum penegak hukum, dan rakyat kecil yang berteriak meminta keadilan.