“Apakah Kredit Konsumtif Membantu UMKM Atau Malah Sebaliknya ?!”

Bajeng-Gowa, Ginewstvinvestigasi. com-Seorang nasabah bank yang tidak ingin disebutkan namanya bercerita serta menumpahkan unek-uneknya pada saat ingin mengajukan peningkatan kredit KUR nya dari 50 juta ke 100 juta untuk menambah serta memperbesar usaha klontong-kebutuhan sehari-hari serta cemilan yg menjadi usahanya selama ini dengan harapan bisa maju dan berkembang dengan memanfaatkan program kredit KUR.
Namun keinginannya untuk maju dan berkembang harus ditunda dulu dengan munculnya peraturan baru bahwa setiap nasabah maksimal platform KUR nya 100 juta dan itupun akan diakumulasikan dari jumlah kredit yang sudah didapatkan sebelumnya.(Tgl 09/06/23)

Oleh bank kami tetap diberi jalan untuk mendapatkan kredit tapi bukan KUR, melainkan kredit konsumtif Rp 100 juta dengan masa pengembalian 4 thn dengan pembayaran/ cicilan Rp 3.300.000 bln x 48 bln = jadi total pengembalian Rp 158’400.000.( 50- 60% ).
Sedangkan keuntungan usaha klontong- serta cemilan kami berkisar 10-20 %, jadi dari mana kami bisa menutupi selisih bunga bank tersebut seandainya kami nekat menerima kredit konsumtif yang ditawarkan oleh pihak bank.
Sebagai orang yang awam dalam masalah ekonomi, kami mencoba membuat skema pembayaran kredit konsumtif sebesar Rp 100.000.000. Sebagai berikut:

PEMBAYARAN
Tahun ke1: 12 X 3.300,000 =39.600,000.
Tahun ke2: 12x 3.300.000.= 39.600.000.
Tahun Ke 2 pembayaran kredit, bunga beserta pokok kredit bank sudah sebesar 39.600.000.+39600.000= (Rp 79.200.000).
Artinya bank sudah menarik kembali modalnya sebesar 79,2%.
Dengan sisa modal sebesar Rp 20.800.000.
serta harus tetap melakukan
PEMBAYARAN tahun ke 3 dan tahun 4 sebesar Rp 39.600.000+ 39.600.000 = Rp 79.200.000. juta apakah ini yang namanya membantu umkm ??
Berbeda dengan kur walapun skema pembayarannya sama namun umkm masih tetap terbantu dengan bunga kredit yang relatif masih murah.

Barangkali inilah salah satu penyebab kenapa banyak kredit konsumtif yang macet, karena pihak bank dalam penyaluran kredit konsumtifnya ” terkesan ” hanya mengejar TARGET serta PROFIT yang sebesar-besarnya untuk keuntungan perusahaan (PT).
Seharusnya sebagai bank plat merah walaupun berstatus perseroan terbatas yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyalurkan KUR dan menjaga perputaran perekonomian rakyat khususnya pelaku UMKM seyogyanya bank pemerintah tetap memberikan kredit KUR (jangan ada akumulasi 100 juta) sampai pelaku UMKM itu bisa maju dan berkembang dan sebaiknya jangan menawarkan / memberikan kredit konsumtif kepada pelaku umkm karena tidak semua pelaku umkm yang mau berpikir realistis.

Sehingga kedepannya GAP antara pengusaha pribumi dan pribumi keturunan ( China) bisa dikurangi, sehingga prekonomian Indonesia tidak lagi disetir/ dikendalikan oleh segelintir pengusaha pribumi keturunan.

SEJARAH telah membuktikan kepada kita bangsa ini bahwa kehancuran perekonomian indonesia sebagian besar dilakukan oleh pengusaha pribumi keturunan dan ingat ! bagaimana seorang EDY TANZIL pribumi keturunan ( China ) melakukan korupsi dana perbankan sebesar Rp 1,2 Triliun ( melalui bank BHS) dan sampai sekarang tidak tertangkap serta bagaimana para pengusaha pribumi keturunan (Cina) lainnya “merampok” dana talangan BLBI pada krisis moneter thn 1998/1999 ) dan banyak lagi kasus-kasus serupa yang pelakunya para pengusaha non pri dan semua itu bisa terjadi karena ada keberpihakan bank-bank serta pemerintah kepada mereka pengusaha non pri ( China ) dan ” sepertinya” keberpihakan itu sampai sekarang masih tetap ADA.

Harapan pelaku umkm pribumi kedepannya bank-bank pemerintah lebih menaruh kepercayaan untuk membantu serta membina usaha umkm pribumi dan pernyataan mantan wakil presiden RI pak JK bahwa orang kaya indonesia ( pengusaha-pengusaha besar ) didominasi oleh pengusaha non pri ( China ) dapat diminimalisir dengan keberpihakan pemerintah dan bank-bank plat merah kepada pelaku umkm pribumi.

SEMOGA harapan para pelaku umkm pribumi ini bisa didengar dan ditindaklanjuti oleh pemerintah khususnya MENKO PEREKONOMIAN